Menurut Trianto (2007: 101), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan implementasinya pada aspek kinerja siswa sehingga fungsi dan peran guru hanya sebagai mediator-siswa dan lebih aktif untuk merumuskan fenomena dengan fokus kajian secara kontekstual.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (Trianto, 2007: 101).
Sedangkan menurut Nurhadi (2004: 4), pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa karena siswa bekerja dan mengalami sedangkan guru lebih berperan sebagai pengarah dan pembimbing.
Nurhadi (2004:5) menyatakan peran guru dalam pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan seorang yang paling tahu, guru layak untuk mendengarkan siswa-siswanya. Guru bukanlah satu-satunya penentu kemajuan siswa-siswanya. Guru adalah pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Dengan demikian, paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu harus dirubah.
Menurut Nurhadi (2004: 31) penerapan pembelajaran kontekstual di dalam kelas harus berdasarkan tujuh komponen utama, yaitu: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Asessment). Jika suatu kelas menerapkan tujuh komponen tersebut maka dapat dikatakan bahwa kelas tersebut menggunakan pendekatan kontekstual. Nurhadi (2004: 32-52) menjelaskan tujuh komponen pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1. Komponen konstruktivisme (Constructivism)
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus meng-konstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Komponen Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dapat berupa demonstrasi atau memberikan contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru memberikan contoh bukan untuk ditiru persis, tetapi menjadi acuan dalam pencapaian kompetensi siswa. Guru bukan satu-satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
3. Komponen bertanya (Questioning)
Guru menggunakan pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir, dan untuk membuat penilaian secara kontinyu terhadap pemahaman siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang belum diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4. Komponen menemukan (Inquiry)
Siswa didorong untuk belajar secara aktif melalui pengalaman percobaan/ praktikum sendiri sampai ia memperoleh jawabannya. Guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
5. Komponen masyarakat belajar (Learning Community)
Hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain/kelompok, sharing atau tukar pendapat antar teman, antar kelompok, dan antar mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu.
6. Komponen refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi ini dapat berupa jurnal, diskusi, karya seni, kesan dan saran siswa mengenai pelajaran hari itu atau mencatat apa yang dipelajari.
7. Komponen penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
Kemajuan belajar siswa tidak hanya dinilai dari hasil belajar, tetapi juga proses selama pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik menilai kinerja (performance) yang diperoleh siswa.
Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran akan lebih berarti dan menyenangkan bagi siswa.
KajianPustaka
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang: Malang.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik. Prestasi Pustaka: Jakarta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka: Jakarta.
No comments:
Post a Comment