TEMPAT BERBAGI HAL-HAL YANG BERMANFAAT

Tuesday, September 2, 2008

Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung (Connected Model) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-C MTs Negeri 2 Malang.

ABSTRAK
Amrosy, A. Waris. 2008. Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung (Connected Model) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-C MTs Negeri 2 Malang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Dr. Lia Yuliati, M.Pd, (2) Hari Wisodo, S.Pd., M.Si
Kata kunci : Pembelajaran IPA Terpadu, Model Terhubung, Hasil Belajar
Praktisi pendidikan terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam bidang IPA, diantaranya dilakukan dengan meningkatkan kualitas model pembelajaran. Adapun model pembelajaran yang dianjurkan untuk diterapkan disemua jenjang pendidikan adalah model pembelajaran IPA terpadu. Model pembelajaran ini secara nyata memadukan beberapa pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, yang kemudian dikemas dalam tema sebagai konteks pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan beberapa kompetensi dasar dapat tercapai sekaligus.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di MTs Negeri 2 Malang pada kelas VII-C, diketahui bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan masih terpisah-pisah. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah dan sesekali diberikan demonstrasi, sehingga pembelajaran IPA cenderung membosankan. Disamping itu banyaknya materi pelajaran yang belum terselesaikan, dengan jam pelajaran yang relatif singkat membuat guru mata pelajaran IPA dalam mengajar terlalu cepat. Hal ini disebabkan karena guru belum paham dan belum dapat mempraktekkan model pembelajaran IPA terpadu. Hasil observasi awal juga menunjukkan bahwa hasil belajarnya masih rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Ketercapaian tujuan tersebut dilakukan dengan menerapkan pembelajaran IPA terpadu model terhubung (connected model). Model pembelajaran ini memadukan beberapa pokok bahasan dalam satu bidang studi yaitu IPA, sehingga siswa dapat mempelajari fenomena dari berbagai sisi. Model ini dilakukan dengan metode demonstrasi, eksperimen dan diskusi kelompok, sehingga lebih bermakna bagi siswa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Siklus penelitian dilakukan selama dua kali dengan disertai perbaikan setiap siklusnya. Tahapan yang digunakan dalam penelitian adalah perencanaan, pemberian tindakan kelas, observasi, serta refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-C MTs Negeri 2 Malang dengan jumlah 34 siswa, yang keseluruhan adalah putri. Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat dilihat pada perbandingan siklus I dengan siklus II meliputi ketiga aspek yaitu pada aspek kognitif terjadi peningkatan sebesar 11,88%, pada aspek afektif terjadi peningkatan sebesar 11,76%, pada aspek psikomotor juga mengalami peningkatan sebesar 11,75%.

“Penerapan Pembelajaran Kontekstual Model Inkuiri Tebimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari”

oleh: Laxmi Zahara
Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Malang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains. Para ahli pendidikan sains memandang sains tidak hanya terdiri atas fakta, konsep, dan teori yang dihafalkan, tetapi menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang belum dapat diterangkan (Buts. J Hall, dalam Sutardjo 1998). Dengan demikian dalam pelaksanaan pembelajaran fisika, siswa tidak hanya menghafal namun harus memperoleh pembelajaran secara aktif melalui berbagai kegiatan sains. Tetapi tidak semua sekolah menerapkan pembelajaran fisika sesuai dengan hakekatnya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di MTs Al-Maarif 02 Singosari melalui wawancara dengan guru fisika kelas VIII diketahui bahwa, pembelajaran fisika di MTs Al-Maarif 02 Singosari dilakukan dengan metode ceramah secara terus menerus dengan kata lain kegiatan pembelajaran berpusat pada guru bukan siswa. Salah satu metode yang pernah diterapkan oleh guru fisika MTs Al-Maarif 02 Singosari adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kelompok yaitu memberikan soal yang berbeda pada masing-masing siswa dalam satu kelompok, namun kegiatan ini belum mengaktifkan siswa seluruhnya. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang masih bergantung atau berpusat pada teman dan kurang aktif dalam berpikir.

Salah satu kendala terbesar dalam pelaksanaan kegiatan praktikum adalah ruang laboratorium di MTs Al-Maarif 02 Singosari tidak difungsikan untuk praktikum. Ruang tempat penyimpanan alat di MTs Al-Maarif 02 Singosari berukuran 4 x 3 meter persegi, alat-alat praktikum tidak tersusun rapi dan berdebu. Dengan demikian diketahui bahwa guru tidak pernah melakukan penilaian terhadap aspek psikomotorik siswa kelas VIII-C, sedangkan menurut Dahniar (http://jurnaljpi.wordpress.com) aspek psikomotorik menjadi penting untuk ditingkatkaan dalam pembelajaran fisika untuk melatih siswa menemukan dan mengembangkan pengetahuan dengan mempraktekkannya sendiri sehingga pikiran (kognitif) siswa dapat berkembang dengan baik.

Berdasarkan keterangan guru, siswa pasif selama mengikuti pembelajaran. Frekuensi bertanya siswa sangat kecil, jika ada yang bertanya pertanyaan yang diajukan siswa hanya terbatas pada rumus atau soal yang diberikan. Pada saat peneliti melakukan wawancara dengan siswa, siswa terkesan malu-malu dan diam saja ketika ditanya. Berdasarkan keterangan dari siswa, selama ini nilai ulangan fisika tidak pernah dibagikan oleh guru.

Guru mengajar dengan berpedoman pada buku teks tanpa memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Siswa dibebankan tugas untuk mempelajari konsep tanpa mengetahui proses untuk menemukan konsep serta tanpa mengetahui manfaat materi yang mereka pelajari dalam kehidupan mereka.

MTs Al-Maarif 02 Singosari telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan kebijakan dari sekolah, mata pelajaran Biologi diajarkan pada semester I dan mata pelajaran fisika diajarkan pada semester II. Nilai ulangan biologi siswa kelas VIII-C menunjukkan nilai yang rendah. Siswa yang memperoleh nilai di atas 65 atau di atas Standar Ketuntasan Minimum (SKM) yang ditetapkan oleh sekolah hanya 4,8% dari jumlah siswa seluruhnya. Sedangkan Mulyasa (2006: 254) menyatakan bahwa, keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas VIII-C belum tuntas dalam menguasai materi. Menurut guru fisika MTs Al-Maarif 02 Singosari, berdasarkan pengalaman sebelumnya, nilai ulangan fisika siswa selalu lebih rendah dari pada nilai ulangan biologi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa permasalahan dihadapi oleh siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari terletak pada hasil belajar kognitif yang rendah. Hal ini dikarenakan guru mengalami kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar. Guru MTs Al-Maarif 02 Singosari menyadari bahwa siswa lebih termotivasi dalam belajar jika pelajaran dihubungkan dengan keseharian mereka. Oleh karena itu dicarikan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar dengan mengaitkan konten mata pelajaran dengan pengalaman siswa. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing. Pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama yang dapat diterapkan dengan model inkuiri terbimbing.

Menurut Trianto (2007: 101) pembelajaran dan pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warganegara dan tenaga kerja.

Menurut kriteria Callahan (http://kpincenter.web.id) inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan kegiatan inkuiri dimana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan yang intensif dari guru. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri terbimbing sesuai untuk siswa yang baru pertama kali melakukan kegiatan karena pada kegiatan inkuiri ini siswa masih mendapatkan bimbingan yang intensif dari guru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khoiriyah (2008) dengan menggunakan strategi inkuiri pada siswa kelas XI SMA Negeri 01 Pandaan, diperoleh data bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Penelitian lain yang dilakukan oleh Muchisina (2006) dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model inkuiri di SMA Negeri 01 Blitar, diperoleh data bahwa skor hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran kontekstual model inkuiri siswa akan memperoleh pengalaman baru dalam belajar dan menunjang kemampuan afektif dan psikomotorik siswa. Aspek psikomotorik menjadi penting untuk ditingkatkan dalam pembelajaran fisika, karena siswa tidak hanya belajar rumus-rumus atau menghafal fakta saja tetapi yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana guru memberikan pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar mampu menjelajahi dan memahami gejala-gejala alam secara ilmiah (http://jurnaljpi.wordpress.com). Aspek afektif perlu untuk ditingkatkan agar siswa terlatih untuk bekerjasama, bertanya, dan berinteraksi dengan baik.

Melalui tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual model inkuiri terbimbing, siswa akan terlatih untuk merumuskan pertanyaan serta mengajukan hipotesis, selanjutnya guru akan membimbing siswa menguji hipotesis yang telah mereka kemukakan melalui kegiatan praktikum sehingga guru dapat memberi penilaian tentang aspek afektif dan psikomotorik siswa. Melalui serangkaian kegiatan tersebut, hasil belajar siswa akan meningkat. Maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kontekstual Model Inkuiri Tebimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan:

1. Hasil belajar kognitif siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari?

2. Hasil belajar psikomotorik siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari?

3. Hasil belajar afektif siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing

2. Meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing

3. Meningkatkan hasil belajar afektif siswa kelas VIII-C MTs Al-Maarif 02 Singosari dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

Dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan perubahan perilaku positif dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu memiliki pengetahuan dan pengalaman belajar tentang pembelajaran kontekstual model inkuiri.

2. Guru

Sebagai masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran fisika dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing.

3. Sekolah

Sebagai masukan dalam mencari model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan proses pembelajaran fisika. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah lain yang memiliki masalah yang sama dalam menerapkan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

E. Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini menggunakan pembelajaran kontekstual model inkuiri terbimbing dengan tahapan-tahapan yaitu; (1) mengajukan pertanyaan dan permasalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan.

2. Hasil belajar fisika dalam penelitian ini dibatasi pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

3. Aspek afektif dalam penelitian ini dibatasi pada: (1) kemampuan bertanya atau menjawab, (2) keaktifan dalam percobaan, (3) kerjasama dalam kelompok, (4) partisipasi dalam diskusi kelompok, (5) kebersihan.

4. Aspek psikomotorik dalam penelitian ini dibatasi pada: (1) menyusun alat, (2) menggunakan termometer, (3) menggunakan stopwatch, (4) ketepatan mengukur volume, (5) ketepatan memasukkan angka ke dalam tabel data

F. Definisi Operasional

1. Pembelajaran kontekstual model ikuiri terbimbing dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang diawali dengan cerita dan tanya jawab tentang pengalaman siswa yang berhubungan dengan materi, siswa merumuskan permasalahan, mengajukan hipotesis, menguji hipotesis, sampai menarik kesimpulan dengan bimbingan yang intensif dari guru, serta menghubungkan kesimpulan dengan materi pelajaran dengan pengalaman siswa.

2. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

3. Hasil belajar kognitif dalam penelitian ini adalah nilai siswa berdasarkan tes yang diberikan pada akhir tindakan terdiri dari tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan penerapan (C3).

4. Aspek afektif adalah perubahan sikap positif siswa (kemampuan bertanya atau menjawab, keaktifan dalam percobaan, kerjasama dalam kelompok, partisipasi dalam diskusi kelompok, kebersihan) dalam pembelajaran.

5. Aspek psikomotorik adalah hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang dilakukan oleh siswa pada kemampuan; (1) menyusun alat, (2) menggunakan termometer, (3) menggunakan stopwatch, (4) ketepatan mengukur volume, (5) ketepatan memasukkan angka ke dalam tabel data.

6. Kemampuan bertanya atau menjawab dalam penelitian ini adalah frekuensi bertanya dan jawaban siswa selama mengikuti pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran.

7. Keaktifan dalam percobaan dalam penelitian ini adalah partisipasi siswa pada “tahap pengumpulan data”.

8. Kerjasama kelompok dalam penelitian ini adalah interaksi siswa dengan anggota satu kelompok dalam menyelesaikan permasalahan pada ”tahap pengumpulan data” dan ”tahap analisis data”.

9. Partisipasi dalam kelompok pada penelitian ini adalah keikutsertaan siswa dalam diskusi kelompok pada tahap pengumpulan data, analisis data dan tahap menarik kesimpulan.

10. Kebersihan dalam penelitian ini adalah kebersihan alat dan tempat pada saat siswa melakukan praktikum pada tahap pengumpulan data.

11. Menyusun alat dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menyusun alat sesuai dengan LKS praktikum.

12. Menggunakan termometer adalah kemampuan siswa dalam memegang dan membaca skala termometer dengan benar.

13. Menggunakan stopwatch dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk mengoperasikan stopwatch untuk mengukur waktu dengan tepat.

14. Ketepatan mengukur volume pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengukur volume air dengan cara yang tepat dan benar.

15. Ketepatan memasukkan data ke dalam tabel adalah kemampuan siswa dalam mengidentifikasi data yang diperoleh sebagai suhu awal, suhu akhir, perubahan suhu dan waktu ke dalam tabel pada LKS praktikum.

Monday, August 11, 2008

PSIKOLOGI TENTANG RUMPUN PSIKOLOGI

oleh xipemai
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penggunaan bermacam – macam model dan metoda pengajaran, di sekolah masih amat terbatas, sekalipun setiap model pengajaran yang telah di kenal oleh dunia pendidikan dewasa ini mempunyai dasar – dasar psikologi dan pengalaman terapan yang cukup kuat. Dalam pembahasan tentang model – model mengajar akan di bicarakan hakekat model mengajar , dampak instruksional dan dampak pengiring, serta prosedur dasar penggunaan setiap model, kemudian akan di perkerkenalkan rumpun besar keluarga model – mdel mengajar, yaitu rumpun model pemrosesan informasi dan rumpun besar model prilaku. Pembicaraan tentang model mengajar tidak akan sampai membicarakan bagaimana cara dan teknik – teknik mengajar secara detail dan operasional, karena materi yang terakhir ini adalah materi bidang model mengajar dalama kaitannya dalam bidang psikologi pendidikan adalah lebih banyak membicarakan pola, berbagai landasan teoritik dan asumsi serta langkah – langkah startegi pengajaran, tidaklah mungkin semua model di dalam model ini, oleh karena itu ada dua rumpun besar model yang tidak di bicarakan di sini. Yaitu besar model mengajar personal dan rumpun besar model mengajar sosial. Banyak sekali model – model mengajar yang tercakup pada setiap rumpun model mengajar, seluruhnya tidak kurang dari dua puluh model. Dan akan hanya membicarakan beberapa model mengajar saja yaitu
:
1.Model latihan inkuri
2.Model persentase kerangka dasar (advance organizer)
3.Model pengembangan berpikir
4.model belajar tuntas (Mastery Learning)
Perumusan Masalah
Dalam pembuatan karya tulis ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut; apa yang di sebut dengan model mengajar inkuri dan apa model presentasi kerangka dasar (advance organizer) dan bagaimana cara model mengembangkan berpikir dan masalah yang di bahas dalam karya tulis ini untuk lebih terarah dan tidak terlalu jauh maka penulis membatasi masalah hanya model pemprosesan informasi

Tujuan Penelitian
Karya tulis ini untuk memenuhi salah satu tugas mandiri mata kuliah Psikologi Pendidikan yaitu tentang belajar mengajar dengan tujuan agar para mahasiswa dapat memahami berbagai model dan metode mengajar di sekolah dasar dan menerapkannya secara tepat. Ataupun untuk menambah wawasan dan pengetahan tentang rumpun model pemprosesan informasi dari model dan metode mengajar

Metode – Metode Penulisan
5.Observasi menggunakan teknik ini karena ingin membuktikan secara langsung data – data yang penulis butuhkan sehingga dapat mengatahui permasalahannya
6.Book service, metode ini penulis gunakan karena penulis ingn membaca dan mempelajari buku – buku yang penulis dapatkan dari perpustakaan yang dijadikan penunjang dalam pembuatan karya tulis ini dan sebagai bahan perandingan teoritas dan praktis dalam pelaksanaan belajar mengajar melalui model pemrosesan informasi

BAB II
RUMPUN MODEL PEMROSESAN INFORMASI

A.Pengertian Dasar
Rumpun model pemprosesan informasi mencakup sejauh mana caranya mempertinggi kesadaran siswa atau murid terhadap dunia luarnya. Melalui kemampuan memproses informasi hal ini di lakukan dengan pengembangan berbagai dorongan dalam diri siswa untuk mengendalikan stimulasi dengan jalan mengumpulkan dan mengorganisasikan data menyadari dan memecahkan masalah, serta mengembangkan konsep dan kemampuan menggunakan lambing verbal dan non verbal jadi efisiensi model ini mendorong murid agar mampu mengolah dan menguasai informasi, dan dapat memperbaiki kesalahan dalam cara – cara menguasi informasi
Bermacam – macam model mengajar terdapat di dalam rumpun ini beberapa diantaranya lebih menkankan kepada mempersiapkan murid dengan informasi dan konsep, model ini menekankan pada pembentukan konsep dan pengujian hipetensis, ada lagi model yang lebih menekankan pada berfikir kreatif. Umumnya model – model pengajaran dalam rumpun ini amat berguna bagi pelajar yang ingin mencapai tujuan pendidikan personal dan sosial tiga dari sekian banyak model pengajarar yang termasuk rumpun ini adalah:
1.Model Mengajar Inkuri
2.Model Presentasi kerangka dasar atau advance organizer
3.Model mengambangkan berfikir

B.Model Mengajar Inkuri
Ide pokok model – model mengajar inkuri berasal dari pemikiran John Dewey. Di dalam bukunya How we thing 1933, Dewey memperkenalkan istilah berfikir reflektif yang dimaksud reflektif ialah usaha yang aktif, hati – hati dan pengujian secara tetap terhadap keyakinan seseorang atau pengetahuan tertentu berdasarkan dukungan kenyataan, ide inilah yang kemudian di kembangkan oleh banyak pakar pendidikan dan psikologi. Berbagai istilah kemudian mereka gunakan untuk maksud yang kira – kira sama yaitu pendidikan inkuri
1.Carte v. Good (1959), mendefiniskan inkuri sebagai pendekatan (problem Solving) atau pemecahan masalah dalam belajar. Setiap fenomena baru yang menantang menimbulkan reaksi untuk berfikir
2.Bernice Gold Mark (1965) sebagai pola bereaksi dalam bentuk bertanya yang terarah untuk menguji suatu nilai meurut dia. Bertanya itu amat penting sebagai bentuk mereaksi dan sebagai tanda adanya peserta didik yang aktif.
3.Sedangkan definisi menurut Feton (1966)
Menekankan proses, Inkuri adalah proses yang memungknkan anak didik menafsirkan masa lampau, dan menemukan masalah-masalah personal dan sebagai isu lainnya di dalam masyarakat.
4.Inkuri dirumuskan sebagai proses belajar yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk aktif menguji dan menafsirkan problem secara ilmiah yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian.
Hubungan lingkaran data teori ini adalah dinamis. Alat yang menggerakkan terjadi hubungan dinamis ini adalah berkat adanya proses inkuri itu sendiri.
Lingkaran proses itu ada dua (2) yaitu :
1.Gerakan dinamis dari teori kedata yang mencakup tahap proses penggunaan teori pengumpulan (generating)
2.Gerakan dinamis dari data ke teori, mencakup dua tahap, yaitu proses pengorganisasian data dan proses penggunaan data.
Proses penggunaan teori dapat terjadi berkat penggunaan alat berupa hipotesis, ramalan (prediksi), asumsi, interpolasi, dan lain-lain. Alat pengumpulan data berwujud dalam bentuk observasi, pengukuran, interview, eksperimen.
Alat yang digunakan dalam proses pengorganisasian data antara lain adalah menulis, mendengarkan, menggambar, menyususn grafik, membuat bagan dan lain-lain.
Sedangkan alat dalam penggunaan data adalah bentuk penjelasan, menyimpulkan, mengabstraksi, berteori dan lain sebagainya.
Tujuan umum penggunaan Inkuri adalah menolong anak didik mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan pertanyaan dan pendapatan jawaban atas dasar keingintahuan mereka. Oleh karena itu karakteristik umum kegiatan belajar mengajar dengan modal Inkuri adalah sebagai berikut :
1.Penentuan problem atau masalah
2.Perumusan hipertesi atau jaaban tentative
3.Pengumpulan dan pengolahan data
4.Merumuskan kesimpulan
Richard Suchman telah mengembangkan salah satu jenis model Inkuri yang di sebutnya latihan Inkuri atau Ingury Training dengan pola sebagai berikut :
1.Tahap-tahap Model (Syntax)
Latihan Inkuri mempunyai lima (5) tahap :
a.Berupa penyajian masalah kegiatan tahap pertama in terdiri dari penjelasan prosedur Inkuri dan mengemukakan masalah
b.Berupa pengumpulan dan vertivikasi data, dengan bentuk kegiatan membuktikan hakikat objek dan kondisi, serta menyelidiki peristiwa atau situasi masalah.
c.Mengadakan eksperimen dan pengempulan data, kegiatannya antara lain mengelompkkan dan memisahkan variable merumuskan hipotesis dan mengetes hubungan sebab akibat.
d.Merumuskan penjelasan, antara lain dalam bentuk kegiatan menyusun kaidah atau penjelasan.
e.Mengadakan analisi tentang proses Inkuri, antara lain kegiatan menganalisa strategi dan mengembangkan Inkuri secara lebih efektif.
2.Sistem Sosial
Sistem sosial yang amat penting unutk menunjang model Inkuri ini adalah perlu di tumbuhkan kerja sama (cooperative) yang baik antara dan murid serta antara murid sendiri, serta perlu ada kerapian dan ketetapan dalam bekerja.
3.Prinsif Mereaksi
Ketetapan reaksi guru yang amat diperlukan terletak dalam tahap 2 dan 3 karena murid masih amat perlu di dorong dan di arahkan dalam berinkuri.
Tugas guru dalam tahap 2 adalah membanu murid untuk mampu bertanya atau berinkuri, apabila guru ditanyai pertanaan yang tidak dapat dijawab hanya dengan ya atau tidak, sebaiknya guru meminta murid kembali memperbaiki pertanyaannya atau mengemukakan data yang berhubungan dengan problema atau masalah. Dalam fase terakhir peranan guru adalah menjaga agar inkuri langsung terarah pada proses pembuktian dan penemuan itu sendiri.
4.System Penunjang
Sistem penunjang pertama dalam model ini adalah perlunya penguasaan atau faktor-faktor yang mungkin bertentangan dengan model, seperti perlunya pengertian yang mendalam dari guru sendiri akan proses kebebasan intelektual dan strategi inkuri itu sendiri, serta menyediakan sumber material yang di perlukan bagi pemecahan masalah.
Dampak intruksional penerapan model latihan inkuri dapat berupa :
1.Tumbuhnya keterampilan menggunakan proses ilmiah dalam memecahkan masalah.
2.Menguasai strategi untuk menggunakan inkuri secara kreatif.
Sedangkan dampak pengiring yang mugkin muncul :
1.Tunbuhnya semangat kreativitas dalam diri murid
2.Tumbuhnya sikap kebebasan dan otonomi dalam belajar
3.Tumbuhnya sikap toleransi
4.Menyadari adanya sifat kesementaraan dari ilmu pengetahuan.
Gambar
Dampak intruksional dan dampak pengiring

L-1 : Latihan Inkuri
___________ : Efek Instruksional
————– - : Efek Pengiring
Contoh pelaksanaan model inkuri di kelas ………
C.Model Mengajar Advance Organizer
Model mengajar Advance Organizer adalah salah satu model dalam Rumpun pemprosesan informasi. David Ausubel (1963-196 8) adalah salah seorang pakar dalam psiklogi; pendidikan yang mengemukakan secara jitu pendidikannya tentang masalah belajar verbal yang dapat diperbaiki sehingga mengandumng “makna” atau meaningful teorinya menyangkut tiga hal :
1.Bagaimana ilmu itu diorganisasikan artinya bagaimana seharusnya isi kurikulum itu di tata
2.Bagaimana proses berpikir itu terjadi bila berhadapan dengan informasi baru.Artinya bagaimana proses berpikir ketika proses belajar terjadi
3.Bagaimana guru seharusnya mengajarkan informasikan baru itu sesuai dengan teori tentang isi kurikulum dan teori belajar.
Berdasarkan ketiga teori itu. Asubel mengajukan konsep yang disebt Advance Organizers, yaitu organisator tertinggi yang bersifat utuh dan komprehensif dari suatu materi yang ingin diajarkan. Advance Organizer berupa kerangka – kerangka dasar yang menjadi batang tubuh. Batang materi yang akan dipresentasikan. Yang isinya merupakan penjelasan, integrasi, dan interelasi konsep – konsep dasar dengan struktur dan organisasi dan umumnya dari materi yang akan di ajarkan. Tetapi dia bukan abstraksi atau kesimpulan bahan. Dia adalah kerangka utama yang di susun berdasarkan konsep – konsep dasar, proposisi, generalisasi prinsif – prinsif dan hukum – hukum yang ada di suatu disiplin ilmu. Kerangka ini menjadi pengantar tugas belajar murid tentu saja untuk menyusunnya di perlukan waktu, karena bahan ini harus di pelajari, dimengerti dan di kuasai terlebih dahulu
Model advance organizer ini di desain sebagai cara untuk memperkuat sturktur kongnitif pengetahuan murid. Juga untuk memeperkuat penyimpanannya dalam diri anak. Yang dimaksud struktur kongnitif adalah pengetahuan yang di miliki seseorang dalam bidang studi tertentu yang setiap saat tersimpan dan terorganisasi secara baik. Jelas dan selalu stabil dalam ingatan
Menurut Ausubel fungsi struktur kongnitif yang sudah ada pada diri seseorang, adalah menjadi factor utama yang amat menentukan apakah suatu materi atau informasi baru yang akan di terima mempunya makna atau tidak, dan sejauh mana materi ini dapat di pelajari dan di simpan. Tugas guru sebalum materi baru di presentasikan, adalah lebih dahulu membenahi dan mengingatkan stabilitas dan kejelasan pengetahuan lama yang telah ada pada anak didik
Belajar bermakna berbeda dengan belajar menghapal atau rote learning. Belajar dengan menghapal tidak membentuk berfikir yang konseptua, dan kritis, tidak terjadi transformasi pengetahuan baru ini sebaiknya dilakukan secara kreatif dan dalam bentuk situasi baru. Apakah suatu materi bermakna atau tergantung pada dua hal:
a.anak didik dan materi itu sendiri, dan bukan pada metode penyampaian
b.bila anak didik memulai dengan cara yang benar, dan materi secara fotensional mengandung makna, maka peristiwa belajar yang bermakna itu terjadi
c.meaningful learning atau belajar bermakna tercapai bila terjadi keterkaitan intelektual antara apa yang telah di pelajari dengan pengetahuan yang baru
Bagaimana suatu mata pelajaran itu di susun dan di organisasikan adalah sama dengan bagaimana cara manusia menyusun dan menata pengetahuannya di dalam pikiran, struktur konsep setiap disiplin ilmu dapat dikenal dan tentu saja dapat di ajarkan kepada murid, struktur ini membentuk suatu sistem proses infomasi dalam otak, yang kemudian berfungsi sebagai “peta intelektual” yang di gunakan untuk menganalisa dan memecahkan berbagai masalah. Struktur pengetahuan yang terdapat dalam pikiran manusia sama dengan struktur suatu disiplin ilmu. Di dalam pikiran manusia. Informasi itu disusun dan di tata sesuai urutan – urutan hierarkinya

D.Langkah – Langkah Model Advance Organizer
Pelaksanaan model ini melalui 3 fase yaitu:
1.Fase pertama, pengajian atau prentasi advance organizer itu sendiri ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu menjelaskan tujuan pelajaran, menyajikan secara amat singkat kerangka dasar (advance organizer), menjelaskan pengertian dan setiap atribut yang terdapat di dalamnya, dan merangsang kembali pengetahuan dan pengalaman murid yang sudah ada dan di sesuaikan dengan konteks yang di ajarkan dengan cara memberikan contoh
2.Fase Kedua, eksplorasi lebih lanjut mengenai kerangka yang telah di sampaikan menjadi tugas belajar atau materi pengajaran. Esensi materi yang di sajikan tidak cukup hanya di jelaskan oleh deinisi, tetapi guru menguraikan lebih lanjut. Di sini guru dan murid bersama – sama mengembangkan kerangka advance organizer itu menjadi materi yang secara logis dapat di mengerti oleh murid, terutama tentang keterkaitan unsur – unsur yang terdapat di dalamnya. Mungkin ini diperlukan pengulangan – pengulangan sehingga materi itu menjadi kenal dan asing bagi anak
3.Fase ketiga, bertujuan memeperkuat struktur kongnitif anak, fase ketiga ini berbeda dengan fase kedua, disini lebih di tekankan pada keaktifan murid, harus banyak mengambil inisiatif bertanya dan mengajukan komentar, murid dan guru banyak bertukar pikiran dalam fase ini. Muri juga diharapkan dapat menggunakan prinsif – prinsif integrative untuk menjawab dan menghubungkan materi yang sudah di pelajari dengan materi yang baru, murid harus dapat berperan sebagai penangkap yang aktif dan berfikir kritis
Sistem Sosial Advance Organizer
Kemampuan guru mengolah interaksi guru dan murid amat menentukan antara lain dapat mengembangkan dari peran guru yang aktif (fase pertama) menjadi peran guru yang aktif (fase ketiga) keterkatan yang jelas harus terjadi antara materi yang di pelajari dengan kerangka (organizer) yang di berikan serta interaksi itu dapat membantu muridlebih banyak mengambil inisiatif mengajukan pertanyaan dan memberikan komentar. Perlu di bangkitkan motivasi murid untuk mau mengintegrasikan apa yang baru di terima dengan paa yang sudah di ketahui sebelumnya
Prinsip – Prinsip Mereaksi Dalam Advance Organizer
Reaksi guru dengan reaksi murid banyak di tentukan oleh jelas tidaknya keberartian dan kebermaknaan materi baru yang di ajarkan itu, apa bedanya dengan apa yang sudah diajarkan itu, apa bedanya dengan apa yang sudah di ketahui relevansinya dengan kebutukan pribadi murid, dan di tentukan oleh perkembangan berfikir kritisnya.
Sistem Penunjang Lainya
Kunci utama keberhasilan model advance organizer ini terletak pada adanya perorganisasian yang baik dalam materi yang di ajarkan. Materi yang terorganisasikan dengan baik itu antara lain ditandai oleh adanya hubungan yang terintegrasi dan tepat antara kerangka utama (organizer) dengan isi materi yang diajarkan. Model ini memerlukan pedoman cara membentuk bangunan suatu materi pengajaran
Dampak Intruksional Dan Dampak Pengiring Advance Organizer
Ada dua dampak intruksional yang dapat di harapkan dari model ini, yaitu terbentuknya struktur konseptual dan terbentuknya hubungan yang bermakna (meaningfull) antara informasi dan ide
Sedangkan dampak pengiring adalah tumbuhnya minat berinkuri dan siap untuk berfkir kritis dan tepat.

AD : Advance Organizer
__________ : Dampak Intruksional
—————- : Dampak Pengiring
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Rumpun model pemprosesan informasi di tandai oleh tujuan yang ingin meningkatkan kemampuan murid dalam mengelola dan menguasai informasi yang di berikan (termasuk yang ada di lingkungannya. Kemampuan ini amat di perlukan baik untuk pribadi murid, maupun untuk kepentingan social. Modal inkuri sebagai salah satu anggota rumpun pemprosesan informasi terfokus pada proses “bertanya” dengan pola data – teori atau teori – data, murid I harapkan amat aktif. Asumsi dasarnya adalah bahwa anak memiliki kebebasan dalam menguasai informasi, tahap – tahap model inkuri di dasarkan atas urusan proses berfikir ilmiah: perumusan masalah – perumusan jawaban duga (hipotesis) – mengumpulkan dan mengolah data – memberikan kesimpulan. Anggota rumpun informasi lainya adalah model mengajar advance organizer yang merupakan model memperbaiki dan mengembangkan model yang sehari – hari sering di gunakan oleh guru, yaitu model mengajar “ceramah” atau “presentasi” atau model mengajar “ekspositori”. Model advance organizer memperbaiki kelemahan model presentasi dengan jalan pelajaran terhadap murid di mulai dari penyajian sebuah “batang tubuh” materi yang telah di rangkai secara kokoh sebelumnya oleh guru, baru kemudian diberikan rincian penjelasannya. Sifatnya dedukatif dengan tujuan membentuk dan memperkokoh struktur pengetahuan kongnitf anak didik. Model ini bukan model pelajaran menghafal, tetapi model yang menekankan pada belajaran yang mengandung makna, atau meaningful learning

http://xipemai.wordpress.com/2008/06/

Friday, July 18, 2008

PENDEKATAN INQUIRI DALAM MENGAJAR

PENDEKATAN INQUIRI DALAM MENGAJAR
oleh
akde Sofa
Kata inkuiri berarti menyelidiki dengan cara mencari informasi dan melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dengan pendekatan inkuiri ini pembelajar dimotivasi untuk aktif berpikir, melibatkan diri dalam kegiatan dan mampu menyelesaikan tugas sendiri. Para ahli pendidikan dan juga para pengajar cenderung menggunakan istilah pendekatan inkuiri. Pendekatan inkuiri sering digunakan bergantian dengan pendekatan penemuan. Dalam bahasa Inggris disebut “discovery approach” yang artinya ialah penyelidikan melalui pencarian informasi atau pertanyaan-pertanyaan. Ada kaitan erat antara menyelidiki dengan penemuan.
Pendekatan Inkuiri dan Pendekatan Penemuan dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Kedua model pembelajaran yaitu pendekatan inkuiri dan pendekatan penemuan berorientasi pada pengolahan informasi dengan tujuan melatih pembelajar memiliki kemampuan berpikir untuk dapat menemukan dan mencari sesuatu pengetahuan secara ilmiah. Dengan pendekatan inkuiri, pembelajaran dimaksudkan untuk membanru pembelajar secara ilmiah, terampil mengumpulkan fakta, menyusun konsep, menyusun generalisasi secara mandiri.
Menurut Sund pembelajar dengan penemuan akan membantu pembelajar menggunakan proses mental dengan mengamati, membuat penggolongan, membuat dugaan, mengukur, menjelaskan dan menarik kesimpulan. Konsep misalnya. konsep dingin, segiempat, masyarakat, kata, frase dan kalimat. Prinsip misalnya. logam kalau dipanasi mengembang, semua kalimat pasif berawalan di.
Pembelajaran dengan penemuan dapat dilakukan dengan melibatkan pembelajar dalam proses kegiatan belajar yang menggunakan proses mental melalui tukar pendapat atau diskusi, seminar dsb. Pembelajaran dengan inkuiri mempunyai proses mental yang lebih kompleks; sebagai contoh, merancang eksperimen, menganalis data, menarik kesimpulan dsb. Dalam pelaksanaan inkuiri dibutuhkan sikap-sikap objektif, jujur, terbuka, penuh dorongan ingin tahu dan tangguh dalam pendirian.
Menarik kesimpulan di atas, bahwa pendekatan penemuan dalam kegiatan belajar mengajar mengutamakan kegiatan pembelajar dengan menggunakan proses mental. Tujuan berikutnya ialah pembelajar akan menemukan konsep dan prinsip. Konsep dan prinsip itu ditentukan sebagai hasil atau akibat adanya pengalaman belajar yang telah diatur secara seksama oleh pengajar.
Contoh : Praktik penyelidikan di laboratorium atau tugas observasi pada pelajaran Bahasa Indonesia dalam membahas salah satu karya sastra. Hasilnya dapat diramalkan sebelumnya sesuai dengan “pengaturan” pengajar.
Sebaliknya pendekatan inkuiri yang digunakan dalam kegiatan belajajar mengajar, struktur pcristivva belajar bersifat tcrbuka. Kemungkinan lain pembelajar “dilepas” aiau diberi kesempatan bebas untuk mencari sesuatu sampai menemukan hasil belajar melalui proses-proses,
a. Asimilasi yaitu memasuldcan hasil pengamatan ke dalam struktur kognitif yang telah ada pada pembelajar.
b. Akomodasi yaitu mengadakan perubahan-perubahan dengan pengertian penyesuaian alam struktur kognitif sehingga sesuai dengan gejala (fenomena) baru yang diamati.
Menurut J. Richard Suchman, tentang hakikat proses inkuiri model teori inkuiri dan komponen-komponen penting untuk inkuiri yang efektif, menjelaskan bahwa proses inkuiri terutama ditujukan kepada kreativitas. Suchman tertarik pada kata “pengertian” dan bagaimana pengertian itu terbentuk pada diri pembelajar. Dengan kata lain, bagaimana pembelajar mengadakan respon (reaksi) kalau datang stimulus (rangsang) pada persepsinya.
Selanjutnya, J.R. Suchman berpendapat bahwa setiap individu mempunyai organisator tertentu yang dapat ditarik untuk membawakan beberapa pengertian terhadap sesuatu objek baru. Oleh Sucliman dijumpai empat identifikasi organisator yaitu,
1. Persepsi yang berisi jumpaan-jumpaan sebelumnya
2. Sistem yang mengatur secara kesatuan fungsi
3. Data yang berisi keterangan dan informasi
4. Kesimpulan hasil analisis data
Setiap orgamsator dapat disimpan untuk penggunaan waktu yang akan datang.
Organisator ini saling berkaitan erat sekali, tetapi dapat juga sebaliknya yaitu berbeda atau bertentangan. Pengajar hendaknya mendorong jenis inkuiri pada pembelajar bahkan memberi saran kepada pengajar bahwa ia harus,
a. Menciptakan kebebasan untuk memiiiki dan mengekspresikan ide-ide atau gagasan dan
mengetesnya dengan data.

b. Menyediakan suatu lingkungan yang responsif sehingga setiap ide didengar dan dapat
dimengerti, dipahami oleh setiap pembelajar dapat memperoleh data yang dibutuhkan.
c. Membantu setiap pembelajar menemukan suatu jalan untuk bergerak maju.
Tujuan Proses Inkuiri yang diajukan Suchman merupakan pemikiran yang mantap yang implikasinya dapat untuk memperbaiki pendidikan pengajar dan untuk peningkatan peristiwa kegiatan belajar mengajar. Seorang pengajar hendaknya dapat mengembangkan proses inkuiri dengan memusatkan pada masalah-masalah yang perlu dipecahkan oleh pembelajar. Orientasi guru ialah “memandang” pembelajar sebagai individu yang memiiiki potendi yang perlu dikembangkan. Pengajar selalu mengutamakan pertumbuhan dan peningkatan kognitif dan perkembangan kreativitas pembelajar. Mengajar bertujuan mengembangkan bakat-bakat dan membantu pengajar mengembangkan konsep dirinya

Proses belajar ini dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas yakni,
1. Bertanya, artinya tidak semata-mata mendengarkan dan mengha’fal.
2. Bertinda. artinya tidak semata-mata melihat dan mendengarkan.
3. Mencari. artinya tidak semata-mata mendapatkan.
4. Menemukan problem, artinya tidak semata-mata mempelajari fakta-fakta.
5. Menganalisis, artinya tidak semata-mata mengamati.
6. Membuat sintesis, artinya tidak semata-mata membuktikan
7. Beipikir artinya tidak semata-mata melamun atau membayangknn.
8. Menghasilkan atau memprodusir. artinya tidak semata-mata menggunakan.
9. Menyusun, artinya tidak semata-mata mengumpulkan.

10. Menciptakan, artinya tidak semata-mata memproduksi kembaii.
11. Menerapkan. artinya tidak semata-mata mengingat-ingat.
12. Mengekspresimenkan, artinya tidak semata-mata membenarkan,
13. Mengkritik, artinya tidak semata-mata menerima
14. Merancang, artinya tidak semata-mata beraksi.
15. Mengevaiuasi, artinya tidak semata-mata mengulangi.

Beberapa kondisi yang diperlukan untuk proses belajar inkuiri
a. Kondisi yang fleksibel, bebas, terbuka untuk berinteraksi.
b. Kondisi lingkungan yang responsif.
c. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.
d. Kondisi yang bebas dan tekanan.
Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan inkuiri secara mantap yang dibutuhkan pengajar yang mampu berperan, karena aktivitas banyak terjadi pada din pembelajar.
Peranan Pengajar dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan Inkuiri adalah,
1. Pengajar mampu menstimulasi (memberi rangsangan dan menentang pembelajar untuk berpikir).
2. Pengajar mampu memberi dukungan untuk inkuiri.
3. Pengajar mampu memberikan fleksibilitas (kesempatan dan keluwesan serta keberrsamaan
untuk berpendapat, berinisiatif atau berprakarsa) dan bertindak.
4. Pengajar mampu mendiagnosis kesulitan-kesuhtan pembelajar dan membantu mengatasi-
nya.
5. Pengajar mampu mengidentifikasi dan menggunakan kemampuan mengajar serta waktu mengajar dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi dalm proses belajar mcngajar hal-hal yang perlu mendapat rangsangan (stimulus) adalah,
a. Adanya hak dan otonomi pembelajar.
b. Kebebasan dan dukungan terhadap pembelajar.
c. Sikap keterbukaan.
d. Percaya kepada diri sendiri dan kesadaran akan harga diri.
e. Adanya konsep dirinya (self-concept).

f. Pengalaman inkuiri, menunjukkan terlibat dalam masalah-masalah.
.
Segi Keuntungan Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Penemuan dan
Pendekatan Inkuiri
1. Pengajaran berpusat pada diri pembelajar
Salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa makin besar dan makin sering keterlibatan pembelajar dalam kegiatan makin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab dan komunikasi sosial secara terpadu.
2. Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri), sehingga terbuka
terhadap pengalaman-pengalaman baru, lebih kreatif, berkeinginan untuk selalu mengambil
kesempatan yang ada dan pada umumnya memiliki mental yang sehat.
3. Tingkat pengharapan bertambah, yaitu ada kepercayaan diri serta ide tertentu bagaimana
ia dapat menyelesaikan suatu tugas dengan caranya sendiri.
4. Pengembangan bakat dan kecakapan individu, Lebih banyak kebebasan dalam proses
belajar mengajar berarti makin besar kemungkinannya untuk mengembangkan kecakapan,
kemampuan dan bakat-bakatnya.
6. Dapat memberi waktu kepada pembelajar unuk mengashnilasi dan mengakomodasi informasi. Belajar yang sesungguhnya yaitu jika pembelajar bereaksi dan bertindak terhadap informasi melalui proses mental.
6. Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat
Jerome Bruner, melihat beberapa segi keuntungan dari pendekatan penetnuan.
a. Pembelajar akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih banyak dan lebih baik.
b. Membantu pembelaj.ar menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar
yang baru. Mendorong pembelajar berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
d. Mendorong (memotivasi) pembelajar berpikir dan merumuskan hipotesis serta
membuktikannya melalui proses belajar. ,
.
e. Memberi kepuasan yang bersifat instrinsik.

f. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
g. pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh bersifat merangsang kegairahan belajar.

Di samping keuntungan ada juga kelemahan-kelemahan dalam pendekatan inkuiri.
1. Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar. Dengan percaya diri yang kuat.
Pembelajar harus mampu menghilangkan hambatan.
2. Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah pembelajar yang besar,
kemungkinan besar tidak berhasil.
3. Pembelajar yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang
pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar
mandiri. Dampaknya dapat mengecewakan pengajar dan pembelajar sendiri.
4. Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi
kesan terlalu idealis.
Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuannya kurang berhasil, hanya
merupakan suatu pemborosan belaka

hafalan.

http://massofa.wordpress.com/2008/06/27/pendekatan-inquiri-dalam-mengajar/

Friday, July 4, 2008

Penerapan Pembelajaran Fisika dengan Model Latihan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Ilmiah Siswa Kelas X-4 SMAN 5 Malang”.

oleh
Lalu Gede Sudarman
Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Malang

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan satu langkah yang sangat penting pada tahap pembangunan dewasa ini. Memasuki era industrialisasi dan globalisasi banyak terjadi perubahan dalam kehidupan, sehingga manusia ditantang untuk lebih memiliki kemampuan guna menghadapi perubahan tesebut. Salah satu cara untuk meningkatkan sumberdaya manusia tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan terutama pendidikan sains, karena disadari bahwa perkembangan teknologi berawal dari perkembangan sains.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan pembaharuan kurikulum. Berkaitan dengan pembaharuan kurikulum, sekarang ini pemerintah sedang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan pembelajaran fisika dalam KTSP dituntut agar dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Selain itu, proses pembelajaran fisika dalam KTSP lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (BSNP:2006).
Mata pelajaran Fisika diajarkan dalam KTSP dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan
dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(BSNP,2006)
Agar tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai, maka dalam proses pembelajarannya menuntut agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran terutama melalui kegiatan penemuan, sedangkan guru yang semula bertindak sebagai sumber belajar beralih fungsi menjadi seorang fasilitator kegiatan pembelajaran yang berperan mengarahkan (membimbing) siswa untuk memecahkan masalah- masalah yang dihadapi dalam belajar atau menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari.
Seiring dengan penerapan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), SMAN 5 Malang mulai melaksanakannya pada tahun ajaran 2007/2008 untuk kelas I, sedangkan kelas II dan III belum diberlakukan. Hal ini sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberlakukan KTSP mulai tahun ajaran 2006/2007. Dengan diterapkannya KTSP ini, maka dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang berbasis kompetensi.
Akan tetapi pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di SMAN 5 Malang khususnya pelajaran fisika selama ini lebih banyak didominasi metode ceramah. Hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan guru fisika SMAN 5 Malang. Selama proses pembelajaran, guru berperan aktif dalam menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa pasif dalam menerima pelajaran (pembelajaran berpusat pada guru). Aktivitas siswa pada umumnya mencatat, mendengarkan, dan mengerjakan soal-soal latihan dalam LKS atau buku teks yang telah ditentukan untuk membuktikan informasi yang diberikan oleh guru. Hal ini bertentangan dengan hakekat fisika yang menyatakan bahwa siswa harus terlibat dalam penemuan informasi dan prinsip serta dapat bersikap secara ilmiah seperti fisikawan.
Selama proses pembelajaran, guru sangat jarang sekali mengajak siswa melakukan pengamatan atau praktikum untuk materi yang sedang dipelajari saat itu secara nyata/kongkrit. Sebagai gantinya guru melakukan demonstrasi di depan kelas. Demonstrasi dilakukan karena guru memiliki pertimbangan bahwa kegiatan demonstrasi tidak menghabiskan waktu yang banyak dan dapat menyelesaikan materi dengan cepat. Penerapan pembelajaran seperti ini akan mengakibatkan siswa kurang mampu melakukan praktikum, sehingga kemampuan siswa seperti melakukan pengamatan, merumuskan hipotesis, menggunakan alat, mengumpulkan data, mengidentifikasi variabel, membuat kesimpulan dan kegiatan lain yang dapat mengembangkan keterampilan proses ilmiah yang ada pada diri siswa tidak tampak.
Berdasarkan pengamatan awal ketika proses pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan praktikum di kelas X-4 SMAN 5 Malang, diperoleh bahwa keterampilan proses ilmiah yang dimiliki siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang masih rendah. Hal ini dibuktikan dari masih banyak siswa yang belum bisa menyusun hipotesis dengan tepat dari hasil pengamatan gejala yang disajikan, siswa masih kesulitan dalam mengoperasikan alat-alat praktikum seperti bangku optik, kesulitan dalam mengidentifikasi variabel, salah dalam melakukan kegiatan praktikum karena tidak mengikuti langkah kerja yang telah tersedia di LKS, kesulitan dalam menganalisis data, serta masih banyak siswa yang kesulitan dalam menarik kesimpulan dari kegiatan praktikum. Untuk itu perlu sekali suatu upaya untuk meningkatkan keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang. Salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang adalah melalui penerapan pembelajaran dengan model latihan inkuiri.
Menurut Joyce (Laksmi:2007), latihan inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh J.Richard Suchman yang bertujuan untuk membelajarkan siswa tentang suatu proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan fenomena yang tidak biasa. Senada dengan pendapat Joyce, Tobing (1981:1) menyatakan bahwa model latihan inkuiri bertujuan untuk membantu siswa menyusun fakta, membentuk konsep, dan menghasilkan penjelasan atau teori yang menerangkan fenomena yang sedang diselidiki.
Melalui model latihan inkuiri, siswa akan diperkenalkan dan dilatih dengan seperangkat prosedur yang biasa dilakukan oleh para ahli dalam mengorganisasikan pengetahuan sampai menghasilkan prinsip yang menjelaskan sebab akibat. Prosedur yang dimaksud antaralain mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu gejala/objek, menggali informasi yang ada pada suatu objek sebanyak-banyaknya melalui pengajuan pertanyaan, membuat hipotesis dan menguji hipotesis dengan cara mengumpulkan data, kemudian menganalisisnya melalui kegiatan praktikum, menarik kesimpulan dengan menganalisis data dari informasi yang diperoleh selama melakukan praktikum, dan tahap terakhir yaitu menganalisis proses inkuiri. Melalui serangkaian kegiatan tersebut, sangat dimungkinkan keterampilan proses ilmiah siswa akan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang penerapan model pembelajaran latihan inkuiri terhadap siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses ilmiah siswa perlu dilaksanakan. Untuk itu peneliti mengajukan penelitian dengan judul,
“Penerapan Pembelajaran Fisika dengan Model Latihan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Ilmiah Siswa Kelas X-4 SMAN 5 Malang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang setelah diterapkan pembelajaran fisika dengan model latihan inkuiri?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 SMAN 5 Malang tahun
ajaran 2007/2008 dengan penerapan pembelajaran fisika model latihan inkuiri..
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui kegiatan penilitian ini adalah.
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengajar untuk meningkatkan proses ilmiah siswa dalam pembelajaran fisika dengan penerapan pembelajaran model Latihan Inkuiri.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk menerapkan model yang lain.
3. Bagi siswa, Penerapan model latiahan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses ilmiah.
E. Penjelasan istilah
Terdapat beberapa istilah yang penting dalam penelitian ini, antara lain:
1. Latihan inkuiri (Inquiry Training Models) adalah salah satu model pembelajaran yang memiliki langkah-langkah konfrontasi dengan masalah, pengumpulan data-verifikasi, pengumpulan data-eksperimentasi, merumuskan penjelasan, dan yang terakhir adalah menganalisis proses inkuiri .
2. Keterampilan proses ilmiah adalah keterampilan yang dimiliki oleh siswa yang merupakan bagian dari studi sains dan terdiri dari seperangkat komponen, yaitu keterampilan dalam melakukan kegiatan mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan membuat kesimpulan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Latihan Inkuiri (Inquiry Training Model )
Model latihan inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang dikembangkan oleh J.Richard Suchman. Model latihan inkuiri bertujuan untuk membantu siswa menyusun fakta, membentuk konsep, dan kemudian menghasilkan penjelasan atau teori yang menerangkan fenomena yang sedang diselidiki. Latihan inkuiri merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar berangkat dari fakta menuju teori (Handayanto, 2003:72). Berdasarkan model latihan inkuiri para siswa akan dilatih untuk menjadi ilmuan, karena dalam proses pembelajarannya siswa diperkenalkan dengan seperangkat prosedur yang biasa dilakukan oleh para ahli dalam mengorganisasikan pengetahuan sampai menghasilkan prinsip yang menjelaskan sebab akibat (Tobing, 1981:1).
Menurut Joyce et al (dalam Laksmi:2007) Model latihan inkuiri dirancang untuk melatih siswa dalam suatu penelitian ilmiah sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh kembangkan kemampuan intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti, kemampuan berargumentasi dan kemampuan mengembangkan teori. Selain itu, model latihan inkuiri juga dirancang agar siswa dapat langsung mengontrol sendiri pembelajarannya (Suchman dalam Laksmi:2007). Jadi, penerapan model latihan inkuiri dalam proses pembelajaran benar-benar melibatkan siswa untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan kondisi belajar, mengatur proses belajar, mengatur kegiatan belajar mengajar dan membantu dalam mengevaluasi kemajuan siswa.
Langkah- langkah (sintaks) model pembelajaran latihan inkuiri sebagai berikut.
1. Menghadapkan pada masalah.
Guru memulai proses pembelajaran dengan menjelaskan prosedur-prosedur inkuiri kemudian menyajikan kejadian ganjil.
2. Tahap pengumpulan data-verifikasi.
Menguji keadaan dan kondisi dari objek, menguji bagaimana terjadinya kejadian dari situasi masalah.
3. Pengumpulan data-eksperimentasi.
Memisahkan variabel-variabel yang relevan, berhipotesis ( menguji hubungan kausalitas).
4. Mengorganisasi, merumuskan penjelasan.
Merumuskan hukum-hukum atau penejelasan-penjelasan.
5. Menganalasis proses inkuiri.
Setelah keempat tahap latihan inkuiri telah dilaksanakan, guru dan siswa bersama-sama merefleksi/menganalisis strategi inkuiri yang telah dilakukan dan mengembangkannya menjadi lebih efektif.
(Tobing, 1981:4)

Model latihan inkuiri

Proses ilmiah

Strategi untuk inkuiri kreatif

Spirit kreativitas

Kebebasan otonomi dalam belajar

Toleransi ambiguitas

Hakikat tentatif pengetahuan
Penerapan pembelajaran model latihan inkuiri akan memberi 2 dampak sekaligus pada siswa, yakni dampak instruksional dan dampak sertaan. Dampak instruksional dilambangkan dengan anak panah garis tebal, sedangkan dampak sertaan dilambangkan dengan anak panah garis putus-putus, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
( Sumber: Handayanto, 2003: )
Gambar 2.1 Dampak Instruksional dan Dampak Sertaan pada Model Latihan Inkuiri
B. Keterampilan Proses Ilmiah
Seseorang dalam melakukan kegiatan dengan menggunakan metode ilmiah perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode ilmiah. Hal tersebut antara lain berupa tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang peneliti, yaitu merumuskan masalah yang diteliti, menyusun hipotesis, menguji hipotesisnya dengan melakukan eksperimen atau penelitian, menganalisis data hasil eksperimen dan yang terakhir pengambilan kesimpulan atas suatu hal yang diteliti.
Seorang peneliti dalam merumuskan masalah harus melakukan pengamatan, observasi dan menganalisa data hasil observasi yang dilakukan pada objek penelitian, sedangkan hipotesis disusun berdasarkan masalah-masalah yang diajukan. Pengujian kebenaran hipotesis dapat dilakukan dengan eksperimen atau penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan tergantung dari perumusan masalah yang diajukan. Teknik analisa data hasil penelitian tergantung dari jenis penelitian yang dilakukan, apakah penelitian yang dilakukan menghasilkan data numerik atau data deskriptif. Pengambilan kesimpulan didasarkan hasil analisa data yang dilakukan, apakah hasil analisa data sesuai dengan hipotesis atau tidak, jika sesuai maka penelitian yang dilakukan bisa dikatakan berhasil.
Penerapan metode ilmiah di atas melibatkan berbagai keterampilan yang sering dinamakan dengan keterampilan proses. Karena pentingnya keterampilan proses untuk mendapatkan hasil yang baik, maka para peneliti harus memiliki keterampilan-keterampilan tersebut, yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, melakukan eksperimen, mengolah data, dan mengambil hasil kesimpulan serta hal-hal penting yang lain.
Keterampilan proses dapat diartikan sebagai keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi (Holil,2008). Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan.
Menurut Semiawan (dalam Cholifah,1989:19), yang dimaksud keterampilan proses adalah menyangkut keterampilan-keterampilan, antara lain: (1) mengobservasi, (2) membuat hipotesis, (3) merencanakan eksperimen, (4) mengendalikan variabel, (5) menginterpretasi data, (6) menyusun kesimpulan, (7) memprediksi, (8) menerapkan, (9) mengkomunikasikan.
Buku petunjuk pelaksanaan proses belajara mengajar kurikulum 1998 pendidikan menengah kejuruan menjabarkan keterampilan proses menjadi tujuh keterampilan. Tujuh keterampilan itu dijabarkan lagi menjadi sejumlah keterampilan spesifik seperti berikut.
1. Mengamati
Melihat. mendengar, merasa,meraba, mencicipi, mengecap, menyimak, mengukur, dan membaca.
2. Mengklasifikasikan
Mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan, mengkontraskan, mencari dasar penggolongan.
3. Menginterprestasikan
Menaksir, memberi arti, memproposisikan, mencari hubungan ruang/waktu, menemukan pola, menarik kesimpulan, menggeneralisasi.
4. Meramalkan
Mengantisipasi (berdasarkan kecenderungan, pola atau hubungan antar data atau informasi).
5. Menerapkan
Menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai atau keterampilan dalam situasi lainnya), menghitung, menentukan variabel, menghubungkan konsep, merumuskan pertanyaan penelitian, menyusun hipotesis dan membuat model.
6. Merencanakan
Menentukan masalah/obyek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan sumber data/informasi, menentukan cara analisis, menentukan langkah-langkah pengumpulan data/informasi, menentukan alat,bahan dan sumber kepustakaan, menentukan cara melakukan penelitian.
7. Mengkomunikasikan
Berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, bertanya, merenungkan, mengarang,me meragakan, mengungkapkan/melaporkan (dalam bentuk lisan,tulisan, gambar, gerak atau tampilan).
(Nur,2003:13-15)
Bila rincian keterampilan-keterampilan proses diatas diperhatikan dengan seksama, maka proses atau keterampilan proses itu memang benar merupakan perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuan dalam mengembang-kan ilmu. Menurut Ahmad (2007), dalam proses pembelajaran tidak mungkin semua aspek keterampilan dilatihkan pada siswa. Banyak faktor yang mendasari hal tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kondisi awal siswa, kondisi guru, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, materi pembelajaran, ketersediaan waktu dan lain sebagainya. Kondisi siswa yang menyebabkan ketidakmungkinan pelaksanaan pelatihan semua aspek keterampilan proses ialah kondisi keterampilan yang sudah dimiliki siswa, motivasi, usia siswa, kondisi perekonomian siswa dan lain sebagainya. Kondisi guru yang mempengaruhi adalah pengetahuan yang dimiliki oleh guru pasti terbatas, motivasi dalam membelajarkan siswa, kondisi psikologis dari guru itu sendiri dan lain sebagainya. Pelaksanaan keterampilan proses juga harus memperhatikan lingkungan sekitar, apakah keterampilan proses yang dilatihkan sesuai dengan kondisi lingkungan tersebut atau ataukah tidak.
Hal yang terpenting dalam pelaksanaan keterampilan proses ialah sarana dan prasarana yang ada. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang mendukung tidak mungkin pelatihan keterampilan proses akan berjalan dengan lancar. Pelatihan keterampilan proses juga harus memperhatikan materi pelajaran yang diajarkan, karena tidak semua materi pelajaran memerlukan kajian secara ilmiah dan mendetail untuk mempelajarinya. Selain itu waktu yang terbatas dalam proses pembelajaran juga dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan proses.
Menurut Amin (1987:12) Proses ilmiah adalah proses yang biasanya diikuti oleh ilmuan dalam memecahkan suatu permasalahan, Sedangkan menurut Semiawan (dalam Cholifah, 2007:18), menyatakan bahwa proses ilmiah merupakan suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah sendiri. Berdasarkan pendapat diatas, diperoleh bahwa keterampilan proses ilmiah merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa yang merupakan bagian dari studi sains dan terdiri dari seperangkat komponen, yaitu keterampilan dalam melakukan kegiatan mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, merumuskan hipotesis, mengidentivikasi variabel, dan membuat kesimpulan. Seperangkat keterampilan ini merupakan seperangkat keterampilan yang biasa digunakan ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah.
Menurut W.Gulo (dalam Sudarman:2008) proses ilmiah terdiri dari:
1) melakukan pengamatan,
2) mengumpulkan dan mengorganisasikan data,
3) mengidentifikasikan variable,
4) merumuskan dan menguji hipotesis,
5) mengambil kesimpulan.
C. Penerapan Inquiry Training Model untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Ilmiah Siswa
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006). Salah satu tujuan dari pembelajaran fisika adalah mengembangkan keterampilan proses siswa seperti : mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Tujuan pembelajaran ini akan tercapai dengan baik jika dalam proses pembelajaran digunakan model pembelajaran yang tepat oleh guru. Model pembelajaran yang diterapkan haruslah berpusat pada siswa dan berorientasi pada penemuan, penyelidikan, pemecahan masalah dengan menggunakan atau sambil mengembangkan keterampilan proses. Peran guru adalah sebagai katalisator, pembimbing, pengamat dan evaluator.
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran serta menitikberatkan pada kegiatan siswa pada proses penemuan adalah model latihan inkuiri. Menurut Joyce et al(dalam Laksmi:2007), model latihan inkuiri dirancang untuk melatih siswa dalam suatu penelitian ilmiah, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh kembangkan kemampuan intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti, kemampuan berargumentasi dan kemampuan mengembangkan teori. Selain itu, model latihan inkuiri juga dirancang agar siswa dapat langsung mengontrol sendiri pembelajarannya (Suchman dalam Laksmi:2007). Jadi, penerapan model latihan inkuiri dalam proses pembelajaran benar-benar melibatkan siswa untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan kondisi yang seperti biasanya, mengatur prosesnya, mengatur kegiatan belajar mengajar dan membantu siswa dalam mengevaluasi kemajuannya.
Berdasarkan tujuan dari pembelajaran dengan latihan inkuiri tersebut diatas, maka model pembelajaran latihan inkuiri dianggap sangat tepat diterapkan di kelas X-4 SMAN 5 Malang sebagai alternatif pemecahan masalah rendahnya keterampilan proses ilmiah siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik serta dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahan pada konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:6). Penelitian ini memenuhi karakteristik penelitian kualitatif yaitu (1) penelitian pada latar alamiah, (2) manusia sebagai instrumen, (3) menggunakan metode pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen, (4) analisis data secara induktif, (5) lebih mementingkan proses daripada hasil, (6) desain bersifat sementara, (7) deskriptif, dan (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus (Moleong, 2006:8-11).
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau sering disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan kualitas atau hasil pembelajaran di kelas (Muhardjito:2005). Menurut Sugyanto(dalam Ahmad, 2006:23), penelitian tindakan kelas merupakan riset terapan yang dilaksanakan di tingkat kelas untuk mendapatkan solusi dari permasalahan spesifik di kelas atau untuk mengujicobakan hal-hal yang baru dalam pembelajaran dengan cara mengidentifikasi masalah, menyusun rencana tindakan, melaksanakan tindakan, mengambil data, dan menganalisis data.
B. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Malang yang terletak di Jl. Tanimbar 24 Malang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas X-4 yang berjumlah 37 siswa, terdiri dari 11 putra dan 26 putri.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester Genap tahun ajaran 2007/2008, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2008. Jadwal penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
C. Data dan sumber data
Data dalam penelitian ini adalah keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 SMA Negeri 5 Malang. Sumber data dalam penelitian ini adalah perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
D. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, antara lain:
1. Format Observasi Pembelajaran
Format observasi digunakan untuk memperoleh data keterlaksanaan pembelajaran model latihan inkuiri. Format observasi ini berisi semua kegiatan yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Format disajikan dalam Lampiran 4.
2. Format Penilaian keterampilan proses ilmiah siswa
Format penilaian ini digunakan untuk memperoleh data keterampilan proses ilmiah siswa kelas X-4 selama pelaksanaan tindakan (melakukan Pengamatan, mengumpulkan dan mengorganisasikan data, mengidentifikasikan variable,merumuskan dan menguji hipotesis, dan mengambil kesimpulan). Format penilaian keterampilan proses ilmiah siswa ini dapat dilihat pada Lampiran
3. Format catatan lapangan
Format catatan lapangan digunakan untuk mencatat segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak tercantum dalam format penilaian keterampilan proses ilmiah siswa. Format catatan lapangan dapat dilihat pada Lampiran
4. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS digunakan untuk memandu siswa dalam melaksanakan praktikum dan melatih keterampilan proses ilmiah siswa. LKS disajikan dalam Lampiran 4a dan 4b.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan teknik Observasi, wawancara dan Dokumentasi.
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini terdiri dari observsi awal dan observasi selama pelaksanaan tindakan. Observasi awal dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal sebelum dilaksanakan tindakan, yaitu dengan mengadakan pengamatan ke dalam kelas dan observasi di laboraturium fisika. Keadaan awal keterampilan proses ilmiah siswa diukur berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung sebelum dilaksanakan tindakan, sedangkan observasi selama pelaksanaan tindakan merupakan pengamatan peneliti terhadap kegiatan pembelajaran selama penerapan model latihan inkuiri, yang hasilnya dapat diketahui dari pencapaian indikator-indikator keterampilan proses ilmiah yang sudah dikembangkan.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang membeerikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,2006:186). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, yang tediri dari pedoman wawancara untuk guru (lembar observasi pendahuluan untuk guru) dan pedoman wawancara untuk siswa (lembar observasi pendahuluan untuk siswa). Hasil dari wawancara akan digunakan untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
2. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah hasil observasi selama pelaksanaan tindakan (rubrik penilaian keterampilan proses ilmiah), catatan lapangan, skenario pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS), nilai ulangan dan foto-foto.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan perbaikan-perbaikan yang ingin dicapai melalui tahap refleksi. Selanjutnya untuk memperoleh informasi awal mengenai pemahan konsep fisika siswa dilakukan observasi awal berupa tes diagnostik. Prosedur-prosedur tindakan kelas antara lain:
1. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan mengumpulkan data penelitian adalah sebagai berikut.
a. Melakuakan observasi awal untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran, laboraturium, sarana dan prasarana lain yang mendukung sebelum dilakukan tindakan.
b. Berdiskusi dengan dosen pembimbing mengenai pokok bahasan yag akan dipilih untuk menerapkan pembelajaran model latihan inkuiri.
c. Menentukan jadwal penelitian.
d. Menyusun rencana pembelajaran (RPP) sesuai tahap-tahap model latihan inkuiri untuk materi yang akan dibahas, berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
e. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan materi yang akan dibahas.
f. Menyusun instrumen penelitian tentang keterampilan proses ilmiah yang disesuaikan dengan tahap-tahap pembelajaran dengan model latihan inkuiri.
g. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan selama penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus penelitian, yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing dari siklus baik siklus I maupun siklus II terdiri dari beberapa tahapan, yaitu 1) perencanaan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (acting), 3) observasi (observing), dan 4) refleksi (reflection). Berikut disajikan gambaran pelaksanaan siklus penelitian tindakan kelas yang dilakukan.

PLAN

REVISED PLAN

Reflekct

Observe

Act



Reflektif

Observe

Act


Gambar 1. Siklus Model Kemmis dan Taggart
(Sumber: Kemmis dan Taggart, 1988 dalam wiriatmadja, 2006: 66)
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:
a. Siklus I
1) Perencanaan I
· Mengidentifikasi masalah berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran fisika di kelas X-4 SMA N 5 Malang dan hasil wawancara dengan siswa tentang kesulitan dalam menguasai konsep fisika dan metode pembelajaran yang dipakai sebelumnya.
· Merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan identifikasi masalah yaitu penerapan model latihan inkuiri.
· Menentukan materi pembelajaran. Materi yang digunakan pada siklus I yaitu pokok bahasan suhu dan kalor dengan sub pokok bahasan kalor
· menyusun instrumen pembelajaran berupa RPP dan lembar kerja siswa (LKS) yang berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
· menyusun instrumen penelitian yang meliputi pedoman observasi pembelajaran dan pedoman observasi keterampilan prroses ilmiah siswa, catatan lapangan, serta rekaman data.
2) Tindakan I
Tindakan yang dilakukan merupakan pelaksanaan perencanaan tindakan. Pelaksana tindakan adalah peneliti sendiri. Tindakan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penerapan pembelajaran model latihan inkuiri. Langkah- langkah (sintaks) model pembelajaran latihan inkuiri sebagai berikut. Menghadapkan pada masalah, tahap pengumpulan data-verifikasi, Pengumpulan data-eksperimentasi, mengorganisasi, merumuskan penjelasan, merumuskan hukum-hukum atau penejelasan-penjelasan, dan menganalasis proses inkuiri.
3) Observasi
· Peneliti melakukan pengamatan secermat mungkin mengenai keterampilan proses ilmiah siswa yang terdiri dari keterampilan mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan membuat kesimpulan.
· Membuat catatan lapangan mengenai penerapan pembelajaran model latihan inkuiri dan segala sesuatu yang terjadi di luar hal yang tercantum dalam format observasi.
4) Refleksi I
Tahapan refleksi I dilakukan untuk membahas pelaksanaan tindakan pembelajaran sebelumnya. Tahapan ini meliputi pelaksanaan perencanaan I, keterlaksanaan RPP, keefektifan LKS, pemberian tindakan pada kelas serta hal-hal yang perlu dikembangkan pada siklus berikutnya. Refleksi ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai faktor pendukung, penghambat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan siklus I.
b. Siklus II
1) Perencanaan II
Perencanaan yang dilakukan pada siklus ini menggunakan hasil refleksi pada
siklus I.Perencanaan yang dilakukan pada tahapan ini untuk memperbaiki
penerapan tindakan kelas pada pelaksanaan siklus I. Perencanaan yang
dilakuakn antara lain.
· Menentukan materi pembelajaran. Materi yang digunakan pada siklus II yaitu pokok bahasan listrik dinamis dengan sub pokok bahasan rangkaian listrik seri paralel
· menyusun instrumen pembelajaran berupa RPP yang berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
· menyusun instrumen penelitian yang meliputi pedoman observasi pembelajaran, pedoman observasi keterampilan prroses ilmiah siswa, catatan lapangan, soal postes serta rekaman data.
· Mengidentifikasi kekurangan pada siklus I yaitu tujuan yang belum tercapai pada saat refleksi.
· Merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan identifikasi hasil refleksi I
· Menyusun instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan II (berupa rancangan pembelajaran, alat evluasi, media pembelajaran, pedoman observasi dan perekaman proses pembelajaran).
2) Tindakan II
· Guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan perangkat yang telah disusun sebelunya seperti RPP,LKS. Pada akhir siklus dilakukan postes untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
· Peneliti melakukan observasi dan dibantu oleh observer yang lain
3) Observasi II
Selama pelaksanaan tindakan II, diikuti pelaksanaan observasi keterampilan proses ilmiah siswa yang dipandu dengan rubrik penilaian keterampilan proses ilmiah siswa, dengan melakukan observasi pada siklus II ini akan diperoleh besarnya skor keterampilan proses ilmiah siswa yang dicapai pada siklus II, yang selanjutnya akan diketahui apakah ada peningkatan keterampilan proses ilmiah siswa setelah diberi tindakan berupa pembelajaran model latihan inkuiri pada siklus II dengan keterampilan proses ilmiah siswa pada siklus I.
4) Refleksi II
Refleksi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan II terhadap pemecahan masalah. Hasil Refleksi II menggambarkan segala kegiatan penelitian pada siklus II. Pengguna data dapat mengetahui kondisi nyata dilapangan dengan mempelajari hasil refleksi ini.
Pada akhir kegiatan dari siklus I dan siklus II, dilakukan analisis hasil secara keseluruhan untuk membuat kesimpulan, mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kegiatan penelitian yang dilakukan. Siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I, siklus ini merupakan perbaikan dari tindakan pada siklus I. Perbaikan pada siklus II dilakukan setelah melakukan Refleksi I dan perencanaan II. Tindakan II dikatakan keberhasilan Apabila keterampilan proses ilmiah siswa pada tindakan II mengalami peningkatan dibandingkan dengan tindakan I.
G. Teknik Analisa Data
Analisi data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu (1) reduksi data, (2) display data, (3) penarikan kesimpulan, verifikasi data, dan refleksi.
1. Reduksi Data
Mereduksi data dilakukan setelah semua data yang telah diperoleh dari hasil observasi, dan dokumentasi yang telah ditulis dalam lembar rekaman data yang sudah disiapkan. Data keterampilan poses ilmiah siswa selama proses pemebelajaran merupakan data mentah. Data tersebut keemudian disingkat, direduksi dan disusun secara sistematis, sehingga data yang diperoleh dalam kondisi yang mudah dimengerti dan dikenali.
2. Penyajian Data
Displai data merupakan tahapan analisis data yang berusaha mendeskripsikan temuan penelitian. Temuan penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan format rekaman data.
3. Penarikan Kesimpulan, Verifikasi, dan Refleksi
Berdasrkan displai data, ditarik suatu kesimpulan, sehingga didapatkan temuan. Temuan ini kemudian diverifikasi atau dilakukan pengecekan keabsahan temuan data. Berdasarkan temuan tersebut, selanjutnya dilakuakn pemaknaan (refleksi) sehingga diperoleh kesimpulan akhir. Hasil dari kesimpulan akhir tersebut, dipakai sebagai bahan untuk menyusun tindakan selanjutnya.
Dalam menganalisis keterampilan proses ilmiah siswa digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan persentase. Menurut arikunto (2000:246), perumusan persentase sebagai berikut.
P = ´ 100 %
Dengan P = persentase keterampilan proses ilmiah siswa
X = skor keterampilan proses ilmmiah yang dicapai siswa
Y = skor maksimum/ideal kemampuan berpikir kritis siswa
Sebagai pedoman dalam penarikan kesimpulan dari hasil analisis data, ditetapkan kriteria yang juga mengacu pada pendapat arikunto (2000:352) dengan
kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kriteria keberhasilan Keterampilan Proses Ilmiah
No Persentase keberhasilan (%) Taraf Keberhasilan
1. 92 – 100 sangat baik
2. 75 – 91 baik
3. 50 – 74 cukup baik
4. 25 – 49 kurang baik
5. 0 – 24 sangat kurang

H. Pengecekan keabsahan data
Kegiatan ini digunakan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian seteliti mungkin sehingga nantinya hasil peenelitian dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini, teknik pengecekan keabsahan data yang digunakan sesuai dengan pendapat Moleong (2006:327-331) meliputi.
1. Perpanjangan Keikut Sertaan
Keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikut sertaan tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama yakni memerlukan perpanjangan keikut sertaan penelliti. Perpanjangan keikut sertaan peneliti memungkinkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. Perpanjangan keikutsertaan juga menuntut peneliti untuk terjun ke lokasi dalam waktu yang cukup lama guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data (Moleong,2006: 328). Perpanjangan keikut sertaan yang dilakuakn peneliti adalah dua siklus untuk memperdalam pengujian pembelajaran model latihan ikuiri dalam meningkatkan keterampilan proses ilmiah siswa.
2. Ketekunan/ Keajegan Pengamat
Peneliti melakukn pengamatan secara rinci, teliti, dan secermat mungkin terhadap faktor yang berkaitan dengan keterampilan proses ilmiah siswa. Kedudukan peneliti sebagai instrrumen pengumpul data sangat memerlukan ketekunan dalam melakukan pengamatan sejak awal sampai penelitian berakhir agar diperoleh data yang utuh, lengkap, kompleks, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleeh (Moleong,2006:330). Teknik triangulasi yang dgunakan dalam penelitian ini adalah teknik triagulasi sumber, yang dilaksanakan dengan membandingkan data hasil pengamatan dan catatan lapangan.
foto-foto kegiatan penelitian