TEMPAT BERBAGI HAL-HAL YANG BERMANFAAT

Monday, June 16, 2008

KETERAMPILAN PROSES

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreativitas.

Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.

Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (Nur:2002a,1), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1).

Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya.

Dalam menerapkan keterampilan proses dasar sains dalam kegiatan belajar mengajar, ada dua alasan yang melandasinya yaitu:
a. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.

b. bahwa sains itu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan melihat alasan ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi siswa dimasa yang akan datang, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya.

Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.

Untuk memperjelas keterampilan-keterampilan proses sains di atas maka dibawah ini akan dijelaskan secara singkat yaitu:
1) Pengamatan adalah penggunaan indera-indera anda. Mengamati dengan penglihatanm pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan..
2) Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. (Nur:2002a,4).
dari:
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/keterampilan-proses.html

pendekatan discovery,inquiry dan STS dalam pembelajaran fisika

oleh :
SURYO

Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget. Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar penemuan (discovery learning).
Robert Gagne membagi tipe belajar ke dalam 8 jenis yang paling rendah tingkatannya, yaitu belajar isyarat (signal learning) sampai ke yang paling tinggi yaitu pemecahan masalah (probem solving). Secara lengkap tipe-tipe belajar adalah probem solving, rule learning, concept learning, discrimination learning, verbal learning, chaining, stimulus-response learning dan signal learning.
Dalam menjelaskan proses belajar, Piaget menggunakan 3 istilah yang sering digunakan pada Biologi (hal ini sesuai dengan latar belakang akademiknya), yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Akomodasi merupakan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Dalam hal ini lingkungan menuntut anak untuk melakukan sesuatu. Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi.
Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak.
Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya.
Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi merupakan kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur.
Pembelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.
Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.
Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.
Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Macam-Macam Pendekatan dalam pembelajaran Fisika
Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran fisika adalah eksperimen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelajaran fisika itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisika yang dipelajari. Fisika sebagai ilmu yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran fisika.
Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif, keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap fisika, sikap ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi siswa.
Pendekatan Keterampilan Proses
Cara berpikir dalam sains, fisika misalnya, adalah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses sains dibedakan dalam dua bagian besar, yaitu keterampilan dasar proses sains, dimulai dari observasi sampai dengan meramal, dan keterampilan terpadu proses sains, dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen.
Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor redaman ayunan teredam.
Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki.
Melalui eksperimen suatu pembelajaran fisika dikatakan utuh, sebab eksperimen di laboratorium merupakan bagian integral dari konsep, prinsip dan hukum fisika akan dipelajari.
Eksperimen dapat dikatakan sebagi dewa dalam pembelajaran fisika, tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai guru fisika yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran fisika betul-betul efektif.
Strategi Belajar-mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antarkonsep. Hubungan antarkonsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi.
Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar, konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya eksplanasi.
Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan pola pikir siswa.
Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.
Pendekatan Discovery dan Inquiry
Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil kesimpulan.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.
Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Fisika dan Lingkungan
Pada uraian di atas telah dikemukakan proses interaksi antara perkembangan sains dan teknologi serta implikasinya terhadap kehidupan. Interaksi antara sain, teknologi, dan lingkungan mengakibatkan berkembangnya pemikiran tentang proses belajar baik menyangkut tujuan dan teknik mengajar.
Melalui pendidikan fisika, siswa harus dilatih menghadapi masalah yang menyangkut kehidupan di masyarakat agar kemampuan intelektual dan keteram-pilannya dapat berkembang. Pendidikan sains/fisika dalam era globalisasi ini mengemban dua tujuan ialah, mengembangkan intelektual dan meningkatkan kesiapan untuk hidup bermasyarakat. Untuk maksud itu, proses belajar-mengajar fisika harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mensintesakan pengetahuan fisika dengan isu di masyarakat dan mengambil keputusan yang ilmiah, logis, dan dapat diterima masyarakat umum.
Pendekatan pendidikan fisika harus ditekankan pada pembentukan keseim-bangan antara:
  1. Fakta, prinsip, dan konsep fisika.
  2. Penggunaan proses intelektual dalam kegiatan pendidikan fisika.
  3. Memanipulasi keterampilan dalam kegiatan pendidikan fisika.
  4. Interaksi antara fisika, teknologi dan masyarakat.
  5. Sistem nilai-nilai yang terkandung dalam sains/fisika.
  6. Minat dan sikap individu terhadap masalah sains dan teknologi.

Karakteristik khusus fisika yang mencakup masalah pembentukan sikap dan sistem penyampaian informasi yang relevan dengan upaya pengembangan masyarakat, antara lain:
  1. Mengandung metodologi khusus yang lebih sederhana dibandingkan dengan bidang studi lainnya sehingga dapat dijadikan dasar metodologi pembelajaran.
  2. Menggunakan pola pikir ilmiah sehingga dari konsep lama dapat dikembangkan konsep baru.
  3. Sifat terbuka terhadap ide baru sehingga dapat menunjang perkembangan masyarakat ilmiah sehingga dapat maju dengan pesat termasuk dalam perkembangan intelektualnya.
  4. Memberikan perhatian penuh terhadap permasalahan yang ada sampai pada menemukan solusinya.
Dengan demikian, pendidikan fisika tidak hanya cukup dengan kegiatan inquiry, tetapi harus diintegrasikan dengan kemampuan untuk berbuat sesuatu secara ilmiah dan mentautkan sains dengan kehidupan di masyarakat.
Kecenderungan Pendidikan Fisika Berwawasan Lingkungan
Holman mengajukan suatu model pembelajaran fisika berwawasan ling-kungan. Menurut model Holman pembelajaran dimulai dari penjelasan keilmu-wannya (sains) kemudian aplikasi dan membahas peristiwa di alam sekitar.
Menurut model tersebut terdapat 4 fase yang harus dilalui dalam pem-belajaran, yaitu:
Fase 1. Mengundang siswa untuk mempelajar suatu masalah sains dan teknologi yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Masalah dapat diajukan oleh siswa atau diberikan oleh guru atau hasil diskusi bersama.
Fase 2. Siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan, mengumpulkan dan mengorganisasi data, melakukan percobaan. Melalui diskusi, dicoba memperoleh jawaban. Kemudian dapat terus melakukan percobaan lagi untuk mengukuhkan argumentasi atau melanjutkan penelaahan.
Fase 3. Siswa memberikan penjelasan dan solusi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan hasil observasi dan membentuk pandangan baru terhadap konsep yang dipelajari.
Fase 4. Berupa kegiatan tindak lanjut untuk menerapkan hasil penemuan atau pengembangan lebih lanjut.
Aplikasi sains/fisika dalam kehidupan mengandung arti penerapan komponen teknologi. Berdasarkan pemikiran tersebut berkembanglah upaya untuk mengintegrasikan pendidikan sains dengan pendidikan teknologi. Pendidikan teknologi dapat mengandung arti pendidikan keterampilan untuk mengoperasikan produk teknologi, membuat alat-alat teknologi dan cara pemeliharaan peralatan teknik. Akan tetapi pendidikan teknologi dapat juga mengandung arti memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan melatih memecahkan masalah yang rumit secara ilmiah dan juga dengan memperhatikan norma-norma yang ada di masyarakat.
Dengan demikian, melalui pendidikan sains/fisika siswa terlatih untuk menemukan dan memahami apa yang terjadi di alam sekitarnya, yakni pendekatan mengajar yang disebut pendekatan lingkungan. Dengan demikian, pada pen-dekatan lingkungan mengandalkan sarana alam sekitarnya sebagai laboratorium.
Teknik penyajian sebagai pendukung dalam kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan pendekatan lingkungan, antara lain:
  1. Eksperimen. Cara mengajar di mana siswa melakukan percobaan.
  2. Demonstrasi. Dilakukan bila informasi dari lingkungan dianggap kurang atau untuk lebih menguatkan kesimpulan yang telah diperoleh dari lapangan.
  3. Karya Wisata. Untuk memperoleh informasi atau data baru dapat dilakukan kegiatan karya wisata.
  4. Praktik Lapangan. Siswa diajak ke suatu tempat di luar sekolah untuk secara langsung terjun dalam kegiatan di masyarakat.
  5. Studi Kasus. Dalam teknik penyajian ini, kasus atau isue yang ada di masyarakat dapat dibahas di kelas.
Pendekatan STS
Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS. Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains/IPA dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.
Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu pembelajaran fisika itu didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat.
Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran sains, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan.
Penggunaan Pendekatan STS dalam Pembelajaran Fisika
Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel tentang sains, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas sains. Dengan kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran fisika adalah pendekatan STS atau STM. Karena pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran fisika maka dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika, kita perlu juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi fisika dengan menggunakan pendekatan STS perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi fisika yang akan disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi fisika, penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat dan kemung-kinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat.
Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, peng-gunaan matematika, penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran fisika.
Sumber buku Kapita Selekta Pembelajaran Fisika Karya Zuhdan K. Prasetya, dkk

Pengaruh frekuensi evaluasi terhadap hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing (inkuiri)

oleh:
Faisal Rohman
A. JUDUL
Pengaruh frekuensi evaluasi terhadap hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing di kelas VIII SMP N 1 Mejobo Kudus pada pokok bahasan persamaan garis lurus.

B. LATAR BELAKANG
Keberadaan pelajaran matematika di jenjang pendidikan SMP cukup besar artinya baik untuk menunjang keberhasilan siswa dalam menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan kemampuan berfikir logis dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran matematika, yaitu sulit menangkap pemahaman mengenai materi yang disampaikan. Banyak siswa yang mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang paling sulit,seperti yang dikatakan oleh Soedjadi (2000:7) bahwa dewasa ini matematika sudah berkembang sedemikian rupa sehingga terlalu sulit untuk dapat dikuasai seluruhnya oleh seorang siswa.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru yang berhasil dan sesuai dengan harapan tergantung dari bagaimana guru memilih dan menggunakan strategi yang tepat. Dengan strategi yang tepat, proses belajar mengajar dalam kelas akan berjalan lancar. Strategi yang digunakan juga tergantung dari bagaimana guru dapat menciptakan suasana kelas yang konduktif dengan interaksi yang baik antara guru dan siswa. Menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar seperti guru memberikan bentuk soal yang mengarah pada jawaban divergen dan penyelidikan akan mendukung interaksi timbal balik yang optimal.
Kegiatan interaksi belajar mengajar matematika harus ditingkatkan efektifitas dan efesiensinya. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi pembelajaran. Untuk itu, diperlukan strategi pembelajaran yang baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mengkonstuksikan pengetahuan dalam benak mereka.
Masalah yang terjadi pada pembelajaran matematika mungkin disebabkan karena metode belajar yang digunakan kurang efektif. Dengan demikian pencapaian tujuan pembelajaran akan sulit diwujudkan. Dan hendaknya guru mengembangkan metode pembelajaran yang dianggap baik, dalam arti dapat mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan Oleh karena itu akan diimplementasikan metode penemuan terbimbing (Inquiry Learning). Dengan metode ini diharapkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur matematika melalui proses pengalaman belajar. Dalam pembelajaran matematika dimana peneliti yang bertindak sebagai guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri rumus-rumus dan cara penyelesaian soal matematika dengan bimbingan guru sebagai cara untuk meningkatkan hasil belajar khususnya pada pokok bahasan persamaan garis lurus.







Secara sistematis dapat dilihat pada skema berikut ini.
Siswa
Ø Motivasi dalam kelas bagus
Ø Sikap dalam kelas bagus
Ø Menyenangi matematika
Implementasi
Metode Inquiry
Menemukan
sendiri
Keberhasilan
pembelajaran
Siswa termotivasi belajar
Guru
Ø Pengelolaan kelas bagus
Ø Pendekatan induktif
Ø Disukai siswa
Ø Frekuensi evaluasi














Dari uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbasis penemuan siswa kelas VIII SMPN 1 MEJOBO KUDUS, yaitu dengan melakukan evaluasi.



C. PERMASALAHAN
Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang diangkat dalam Penelitian Eksperiment ini adalah sebagai berikut:
Apakah melalui tingkat keseringan melakukan evaluasi dengan implementasi metode penemuan terbimbing (Inquiry Learning) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 MEJOBO KUDUS pada pokok bahasan persamaan garis lurus.

D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi evaluasi terhadap hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing di kelas VIII SMP N 1 Mejobo Kudus pada pokok bahasan persamaan garis lurus.

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat penelitian bagi siswa:
a. Siswa merasa senang karena dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
b. Meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika karena akan dihadapkan pada sesuatu yang menantang.
c. Siswa lebih terampil menyelesaikan soal – soal yang ada dengan cepat dan tepat.
d. Semakin meningkatnkan prestasi belajar matematika siswa.
e. Kemampuan bernalar siswa semakin bagus.
2. Manfaat penelitian bagi guru:
a. Guru lebih kreatif.
b. Kualitas ilmu pengetahuan guru yang meningkat
c. Guru dapat mengetahui kesulitan siswa dalam belajar matematika serta mencari cara mengatasinya.
3. Manfaat penelitian bagi sekolah:
a. Meningkatkan prestasi sekolah.
b. Memberikan masukan pada sekolah tentang cara mengatasi kesulitan belajar siswa.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Istilah-istilah kunci yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan agar terjadi pemahaman istilah secara seragam. Istilah-istilah itu adalah sebagai berikut:
Ø Pengaruh .
Penagruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu , orang, benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan..(Tim KBBI 1999)
Ø Frekuensi .
Frekuensi adalah banyaknya melakukan sesuatu atau hal / tingkat keseringan.
Ø Evaluasi .
Evaluasi sama dengan pengukuran dan penilaian. Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti menilai dengan melakukan pengukuran terlebih dahulu.
Ø Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dapat dinyatakan dalam bentuk perubahan penguasaan, penggunaan dan penilaian tentangatau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dra. Catharina, 2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil belajar dari pengalaman .
Menurut Gagne (dalam Anni, 2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan menusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Menurut Hilgrad dan Bower, belajar (to learn) memiliki arti:1) to gain knowledge,comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4”) to become informe of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap (baharudin, 2007:11).
Belajar mengajar adalah suatu proses interaksi antara pelajar dengan pengajar dalam suatu situasi pengajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan (Engkoswara,1979:51).
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi inteaksi optimal antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa (suyitno, 2004:2).
Ø Penemuan terbimbing
Metode penemuan terbimbing (Inquiry Learning) adalah suatu metode dalam belajarnya siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru dengan mendapat bimbingan dari guru, yang berarti guru memberikan persoalan kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian dari persoalan itu. Metode penemuan terbimbing (Inquiry Learning) adalah mengadakan penekanan terhadap siswa untuk belajar secara individual, penekanan terhadap kecakapan siswa untuk mencapai tujuan, penekanan terhadap aktivitas siswa mengadakan pengamatan sebelum kesimpulan (suhito,2001:11).


Ø Matematika.
Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998:566).
Ø Hasil Belajar.
Hasil Belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. (Psikologi Belajar, 2004:4) oleh Dra. Catharina dkk
Maksud seluruh judul dari peneliti yaitu pengaruh frekuensi evaluasi terhadap hasil belajar siswa khusunya pada pokok bahasan…dengan metode penemuan. Dalam hal ini obyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMPN 1 MEJOBO KUDUS, Tahun Ajaran 2008/2009

G. LANDASAN TEORI
1. Belajar
1.1 Pengertian Belajar
Untuk memahami pengertian belajar secara umum, perlu diadopsi beberapa pengertian dan konsep belajar yang dikemukan oleh beberapa ahli paedagogig antara lain:
a. Prof. Dr. Oemar Hamalik (2004:27)
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.
b. Gagne dan Berliner (dalam Dra. Catharina, 2004:2)
Belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu:
ü Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.
ü Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
ü Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
c. J. P. Chaplin (2001:272)
1) Belajar merupakan perolehan dari sembarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau pengalaman.
2) Belajar adalah proses mendapatkan reaksi-reaksi sebagai hasil dari praktek dan latihan khusus.
Proses belajar seeorang dapat dipengaruhi dari beberapa faktor, terutama faktor psikologis dalam diri seseorang tersebut A. N. Fransen (dalam Sumadi Suryabrata, 2002:236) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
i. Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas.
ii. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
iii. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi dengan kompetisi.
iv. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
v. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
vi. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Berdasarkan batasan-batasan belajar yang diberikan beberapa ahli, dapatlah diambil suatu pengertian belajar, yaitu proses usaha seseorang yang ditandai dengan perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari pengalaman dan latihan dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku yang diperolehnya tersebut berupa pengetahuan dan keterampilan.


1.2 Prinsip Belajar
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar namun terdapat beberapa prinsip yang berlaku umum yang dapat dipikir sebagai dasar dalam upaya pembelajaran.
Menurut Dimyati Mujiono (2002 : 42) diantaranya:
v Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam peranan belajar. Tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadinya belajar. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang penting. Ia adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut dan akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
v Keaktifan
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.



v Keterlibatan langsung/berpengalaman
Belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggungjawab terhadap hasilnya.
v Pengulangan
Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
v Tantangan
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
v Balikan dan penguatan
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.

v Perbedaan individual
Perbedaan individual akan berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.
1.3 Prestasi Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran, anak adalah sebagai subyek dan objek dari kegiatan pembelajaran. Karena itu, inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran yaitu prestasi belajar. Tujuan pembelajaran tentu saja akan tercapai bila anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan.
Di sekolah, perubahan tingkah laku ditandai dengan kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya, perubahan itu sering disebut prestasi belajar. Dan prestasi belajar merupakan hasil belajar yang biasanya dinyatakan dengan nilai. Nilai tersebut mestinya mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik.

2. Pengertian dan Hakekat Belajar Matematika.
Matematika berasal dari bahasa Laatin “ mathematica” yang diambil dari perkataan Yunani “mathematike”. Kata ini mengandung unsur kata “mathe” yang berarti ilmu pengetahuan, dan kata “mathemein” yang mengadung arti bernalar. Jadi menurut asal kata, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh secara bernalar.
Herman Hudoyo (2005:35) menjelaskan bahwa obyek penelaahaan matematika tidak sekeda kuantitas, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, struktur karena kenyataannya, sasaran kuantitas tidak banyak artinya dalam matematika. Dengan demikian, dapat dikatakan matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis. Ini berarti matematika bersifat abstrak, yaitu berkenaan dengan konsep-konsep abstrak dan penalarannya deduktif. Pada hakekatnya, berpikir matematika itu dilandasi oleh kesepakatan-kesepakatan yang disebut aksioma. Karena itu matematika merupakan sistem yang aksiomatik.
Ruffendi E. T. (dalam H. Erman Suherman, 2003:16) menjelaskan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang cermat yang disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal bahasa matematika.
3. Proses Belajar Mengajar
Pada hakekatnya proses belajar mengajar merupakan suatu komunikasi timbal balik antara guru dan siswa.
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau informasi seseorang pada orang lain yang biasanya proses penyampaiannya menggunakan bahasa. Tapi tidak tertutup kemungkinan komunikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan isyarat/alat yang sesuai dengan informasi yang disampaikan (Pandji Anoraga, 1995:121). Sebagai komunikasi pada proses belajar mengajar adalah siswa, sedangkan sebagai komunikasi menurut prinsip pendidikan modern adalah guru dan siswa (Dartium, 1986:11). Jika sekelompok siswa menjadi komunikator terhadap siswa lainnya dan guru sebagai pengarah atau pembimbing, maka akan terjadi proses interaksi yang tinggi.
Proses komunikasi yang mungkin dapat terjadi selama proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi Searah
Yaitu komunikasi yang hanya terjadi dari guru ke siswa. Sehingga guru bertindak sebagai komunikator secara mutlak.
b. Komunikasi Dua Arah
Yaitu komunikasi yang terjadi dari guru ke siswa atau dari siswa ke guru. Guru maupun siswa bisa bertindak sebagai komunikator. Dengan komunikasi dua arah, siswa dapat belajar secara aktif dan kegiatan siswapun mulai tampak. Jika proses belajar terjadi dengan peragaan, maka kegiatan guru akan lebih bervariasi dalam menggunakan metodologi.
c. Komunikasi Multi Arah
Yaitu komunikasi antara guru dan siswa atau antara siswa dengan guru, ataupun antara sekelompok siswa dengan guru. Guru maupun siswa bisa bertindak sebagai komunikator. Proses belajar mengajar akan terjadi lebih bervariasi dan fungsi peragaan bukan hanya bersifat eksperimen bagi para siswa.
Dengan demikian, komunikasi sangat berperan dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan suatu hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.


4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dra. Catharina (2004:11-12) dalam bukunya Psikologi Belajar mengatakan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi:
1) Faktor internal yang terdiri dari:
a. Kondisi fisik
b. Kondisi psikis
c. Kondisi sosial
2) Faktor eksternal terdiri dari:
a. Variasi dan derajat kesulitan materi (stimulus) yanmg dipelajari (direspon)
b. Tempat belajar
c. Iklim
d. Suasana lingkungan
e. Budaya belajar masyarakat
Kondisi fisik seorang siswa adalah kondisi jasmani secara umum yang meliputi antara lain: kesegaran, tingkat kelelahan sakit dan sebagainya. Kondisi ini jelas sangat mempengaruhi proses belajar siswa maupun hasil dari belajar siswa tersebut.
Kondisi psikis meliputi: tingkat kecerdasan, bakat, minat motivasi, emosi serta kemampuan kognitif ssiwa. Faktor-faktor tersebut dari data statistik menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan hasil belajar siswa.
Kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. lingkungan yang dimaksud adalah faktor lingkungan alami yang meliputi: iklim, suhu, cuaca dan sebagainya; serta lingkungan sosial yang melingkupi siswa kesehariannya seperti teman bergaul, kasih sayang orangtua dan sebagainya. Faktor-faktor internal ini dapat terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan, pengalaman belajar dan perkembangan.
Dalam faktor eksternal, pembelajar yang akan mempelajari materi belajar yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, sementara itu dia belum memiliki kemampuan internal yang dipersyaratkan untuk mempelajarinya, maka dia akan mengalami kesulitan. Misalnya anak yang belajar perkalian, harus telah memiliki kemampuan internal tentang pertambahan dan pengurangan. Tempat belajar yang kurang memenuhi syarat, iklim atau cuaca yang panas dan menyengat, dan suasana lingkungan yang bising akan mengganggu konsentrasi belajar.
5. Evaluasi
Ø Subjek Evaluasi
Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku.

Ø Sasaran Evaluasi
Objek atau sasaran evaluasi adalah segala sesuatu 6yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.(Suharsimi, 2002:20).
Dalam evaluasi ada dua teknik yaitu teknik tes dan nontes.ciri – ciri tes yang baik 6yaitun memiliki :
§ Validitas.
§ Reliabilitas.
§ Objektivitas.
§ Praktikabilitas.
§ Ekonomis.
Ø Menganalisis Hail Tes.
Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu :
a. Cara pertama meniliti secara jujur soal – soal yang sudah disusun, jadang – kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain – lain keadaan soal tersebut.
Pertanyaan – pertanyaan tersebut diantaranya :
ü Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang?
ü Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan?
ü Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti?
b. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis).faedah mengadakan analisis soal adalah :
ü Membantu kita dalam mengidentifikasi butir – butir soal yang jelek.
ü Mempeoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal – soal untuk kepentingan lebih lanjut.
ü Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.
c. Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity). Untuk mengadakan checking validitas kulikuler kita harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.
d. Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reliabilitas.
Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal – soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi

.
6. Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry) merupakan salah satu komponen penting dalam pendekatan konstruktivistik. Dalam pembelajaran inkuiri siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan mereka sendiri dengan konsep – konsep dan prinsip – prinsip, guru medorong siswa memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Selama proses inkuri seorang berlangsung, guru dapat mengajukan suatu pertanyaan atau mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Pertanyaan-pertanyaan bersifat open ended, memberi kesempatan pada siswa untuk menyelidiki sendiri dan mereka mencari jawaban sendiri (tetapi hanya satu jawaban yang benar).
Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif. Siswa diharapkan mengambil insiaif. Mereka dilatih bagaimana memecahkan masalah, membuat keputusan dan memperoleh keterampilan. Inkuiri memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangan bekerja dalam berbagai masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan memfungsikan taletanya masing-masing.

Inkuiri memungkinkan terjadinya integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika siswa melakukan eksplorasi mereka cenderung mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan melibatkan sain dan matematiaka, ilmu bahasa, seni, dan teknik.
Inkuiri melibatkan pula komunikasi. Siswa harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan berhubungan. Mereka harus melapokan hasil–hasil temuanya lisan ataupun tertulis. Dengan begitu mereka belajar dan mengajar satu sama lain. Inkuiri memungkinkan guru mempelajari siawa-siswanya – siapa mereka, apa yang mereka ketahui, dan bagaimana mereka bekerja. Pemahaman guru tentang siswa memungkinkan guru untuk menjadi fasilisator yang lebih efektif dalam proses pencarian ilmu oleh siswa.
Ketika guru menggunakan teknik inkiri, guru tidak terlalu banyak bertanya atau berbicara. Terlalu banyak intervensi, terlalu banyak bertanya, dan terlalu banyak menjawab akan mengurangi proses belajar siswa melalui inkuiri. Dengan demikian, proses belajar tidak akan lagi menyenangkan. Dalam proses inkuiri, siswa dituntut untuk bertanggung jawab bagi pendidikan mereka sendiri. Guru yang menaruh perhatian pada pribadi siswa, akan menemukan kegiatan-kegiatan yang disukai siswa, juga hal-hal yang baik yang ada dalam diri siswa-siswanya, dan kesulitan-kesulitan yang mengganggu siswa dalam proses belajar. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus ini terdiri dari langkah-lang kah sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
v Bagai mana sejarah trigonomtri?
v Dapatkah anda mememukan konsep trigonometri dalam kehidupan sehari-hari?
2. Mengunpulkan data melalui observasi
v Menbaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.
v Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau obyek yang diamati.
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gamnbar, laporan, tabel dan karya lainya.
v Siswa menbuat bagan trigonometri sendiri.
v Siwa membuat paragraf tentang kegunaan trigonometri.
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audien yang lain
v Karya disampaikan teman sekelas atau kepada orang lain untuk mendapatkan masukan.
v Bertanya jawab dengan teman.
v Memunculkan ide-ide baru.
v Melakukan refleksi
v Menempelkan gambar, kaya tulis, bagan, peta, dan sejenisnya dikelas, majalah dinding.
Jika digambarkan dalam sebuah bagan , siklus inkuiri tampak seperti berikut. Siklus inkuiri adalah:
1. Obsevasi (observatin);
2. Bertanya (Questioning);
3. Mengajukan dugaan (Hipotesis);
4. Mengumpulkan data (Data gathering);
5. Penyimpulan (conclution).

Inquiry process
Questions
Draw conclusions
Observing





7. Persamaan Garis Lurus
Persamaan garis lurus dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk dengan berbagai variabel. Seperti contoh – contoh berikut :
1 Y= 2x
2 Y= 3x + 4
3 S= 20t
4 Q = -20 + 4p
a. Gradien
Gradien adalah ukuran kemiringan atau kecondongan suatu garis lurus.
Ø Gradien garis yang melalui dua titik.
Misal diketahui geris g yang melalui titik A (x1,y1) dan B (x2.y2) :


B


A
maka gradien garis g atau yang biasa dilambangkan dengan m adalah mAB = mBA =

Ø Gradien garis yang saling sejajar.


g h

perhatikan gambar diatas!
Diketahui garis g // garis h, maka :
mg = mh
jadi garis – garis yang sejajar mempunyai gradien yang sama.
Ø Gradien garis yang saling tegak lurus.
g
h
Garis g garis h, maka :
mg . mh = -1 mg = -





b. Persamaan Garis
Ø Persamaan garis dalam bentuk y = mx dan y = mx + c
Persamaan garis y = mx
Persamaan Garis
gradien
Y = x
Y = 2x
Y = - x
2
-

Dari tabel terlihat bahwa koefisien x dari suatu persamaan garis ternyata merupakan gradien garis itu, misalnya :
Persamaan garis y6 = 2x mempunyai garadien 2.
Persamaan garis y = - x mempunyai gradien - .
Dapat disimpulkan persamaan garis y = mx bergradien m dan melalui titik O (0,0).
Ø Persamaan garis y = mx +c
Persamaan garis
gradien
Titik yang dilalui
Y = x
Y = x + 3

Y = x +6

(0,0)

(0,3)

(0,6)

Dari tabel diatas diperoleh hubungan berikut :
Persamaan garis Y = x bergradien dan melalui (0,0).
Persamaan garis Y = x + 3 bergradien dan melalui (0,3).
Persamaan garis Y = x + 6 bergradien dan melalui (0,6).
Persamaan garis Y = mx + c bergradien m dan melalui (0,c).
Titik (0,c) adalah titik potong garis Y = mx + c dengan sumbu Y.
Ø Persamaan garis dengan gradien m dan melalui titik (x1,y1).
Persamaan garis yang melalui sebarang titik (x1,y1) dan bergradien m adalah
Y – y1 = m (X – x1)

H. KERANGKA BERPIKIR
Keberhasilan proses belajar mengajar selalu menjadi harapan bagi setiap pendidikan, maka diperlukan kecermatan dalam memilih strategi yang tepat.




Siswa
1. motivasi dalam kelas bagus
2. sikap dalam kelas bagus
3. menyenangi matematika
4. belajar kurang
5. sulitnya belajar matematika
Guru
1. disukai siswa
2. pengelolaan kelas bagus
3. metode tanya jawab dan ceramah
4. pendekatan induktif
Diduga metode mengajar kurang efektif
Kurang berhasil dalam pembelajaran
Implementasi metode inkuiri
Keberhasilan pembelajaran
Siswa termotivasi untuk belajar
Siswa
1. motivasi dalam kelas bagus
2. sikap dalam kelas bagus
3. menyenangi matematika
Guru
1. pengelolaan dalam kelas bagus
2. pendekatan induktif
3. disukai siswaSecara sistematis kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:





















I. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan permasalahan dan uraian landasan teori di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah jika pembelajaran matematika pada pokok bahasan persamaan garis lurus dilakukan dengan pembelajaran berbasis penemuan kemudian siswa di beri soal – soal untuk evaluasi maka dapat di duga hasil belajar siswa akan meningkat.

J. Lokasi dan Objek Penelitian
SMP Negeri 1 Mejobo berlokasi di Desa Jepang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
Kelas yang akan dijadikan objek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Mejobo, yang keseluruhan siswanya berjumlah 42 siswa.

K. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mejobo.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mejobo.
sebanyak 3 kelas yaitu kelas eksperimen, kelas kontrol, dan kelas uji coba.

3. Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik sampling Two-Stage sampling.
L. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada dua buah, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas : frekuensi evaluasi mata pelajaran matematika.
2. Variabel terikat : hasil belajar siswa di kelas VIII SMP Negeri 1 Mejobo.
M. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Dokumenter
Metode dokumenter digunakan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan sebagai dasar dalam penelitian ini. Dengan metode ini akan diperoleh daftar nama siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mejobo tahun pelajaran 2008/2009, yang kemudian akan dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian.
2. Metode Kuisioner/Angket
Metode ini digunakan untuk mengetahui minat siswa terhadap proses pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan persamaan garis lurus, serta digunakan untuk mengetahui proses dan hasil kegiatan pembelajaran dengan metode demonstrasi atau penggunaan alat peraga. Metode angket berisi daftar pertanyaan tertulis berupa pilihan yang akan dijawab oleh siswa.
3. Metode Test
Metode ini digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan siswa dalam pembelajaran Matematika khususnya pokok bahasan persamaan garis lurus.
4. Metode Observasi
Metode observasi pada penelitian ini menggunakan catatan informal, catatan bebas dalam blangko pengamatan dimana observer mencatat adanya kemajuan atau kemunduran pada interaksi kegiatan belajar mengajar yang meliputi perubahan sikap, minat, dan tanggungjawab siswa dalam belajar.
5. Data
Data dalam penelitian ini adalah hasil tes siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mejobo.
6. Metode Pengumpulan data
Menggunakan teknik tes. Tes dilakukan untuk memperoleh data setelah eksperimen diadakan. Tes ini digunakan sebagai cara memperoleh data kuantitatif yang selanjutnya diolah untuk menguji hipotesis



7. Analisis
Analisis data dalam penelitian ini memanfaatkan software SPSS. Dan jika menggunakan manual maka secara sederhana langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Analisis Instrumen Tes
Daya Pembeda Soal
Taraf kesukaran

Validitas
Digunakan rumus Produck Moment :
(Suharsimi Arikunto,1986:138)
Reliabilitas
a) Menghitung varians dengan rumus
b) Menghitung harga realibilitas dengan rumus

2. Analisis Data
2.1 Uji Normalitas Sampel
Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dalam SPSS.
2.2 Uji Homogenitas Data Penelitian
Untuk melakukan uji homogenitas, digunakan Independent T-Test dalam SPSS. Kriteria pengujian menggunakan standar SPSS.
2.3 Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan two-way ANOVA di dalam SPSS. Klriteria pengujian dijelaskan sesuai dengan standar SPSS. Untuk uji lanjut menggunakan Post-Hoc LSD dalam SPSS
8. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Awal
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan langkah awal yang dilakukan untuk menganalisis data dalam menguji apakah data kedua kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal atau tidak.
Akan diuji pasangan hipotesis
: Data berdistribusi normal
: Data tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesis dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
= Harga Chi-Kuadrat
= Frekuensi hasil pengamatan / observasi
= frekuensi yang diharapkan
= banyaknya inteval
Kriteria pengujian jika dengan derajat kebebasan dk = dan taraf signifikan 5 % maka data berdistribusi normal (Sudjana, 2002:273).
b. Uji Homogenitas (Kesamaan Varians)
Uji homogenitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kedua kelompok tersebut dikatakan homogen.
Akan diuji pasangan hipotesis

Untuk pengujian hipotesis tersebut, uji statistik yang digunakan adalah uji kesamaan varians, dengan rumus sebagai berikut:
(Sudjana, 2002:250).
Jika dengan adalah banyak subyek pada kelompok varians terbesar dan adalah banyak subyek pada kelompok varians terkcil, maka diterima.
















DAFTAR PUSTAKA

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa . 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Amin Suyitno, dkk. 2001. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: UNNES.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian.Yogyakarta : Rineka Cipta
Catharina, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Semarang : UPT MKK UNNES
Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudoyo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika . Malang : Universitas Malang Press.
Mujiono, Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Nana, Sudjana. 1998. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.