TEMPAT BERBAGI HAL-HAL YANG BERMANFAAT

Tuesday, February 3, 2009

IPA TERPADU

Sekitar 40 tahun yang lalu, pembelajaran IPA terpadu mendapat perhatian yang luas dari para penulis maupun para penyusun kurikulum khususnya dalam Pembelajaran IPA. Pada tahun 1968, diadakan konferensi internasional pembelajaran terpadu untuk sains yang pertama di Varna (Bulgaria). Berbagai kurikulum Pembelajaran terpadu dikembangkan di seluruh dunia, tetapi tanpaknya pengertian Pembelajaran terpadu masih banya variasi (Trianto, 2008:6).
Menurut Prawiradilaga (Sutrisno, 2009), Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Pengalaman bermakna merupakan pengalaman langsung yang menghubungkan pengalaman yang telah mereka miliki dengan pengalaman yang akan dipelajari, dan memiliki nilai guna dalam kehidupan mereka pada saat ini maupun mendatang. Fogarty (dalam Depdiknas, 2006:8), dalam arti luas pembelajaran terpadu meliputi pembelajaran yang terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antar mata pelajaran, serta terpadu dalam dan lintas peserta didik. Pembelajaran terpadu akan memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik, karena dalam pembelajaran terpadu peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Tymamyu (2009) menyatakan bahwa Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajaran melalui pengalaman langsung dan nyata yang menhgubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dalam konsep konvensional, maka pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekedar keterampilan.
1. Landasan IPA Terpadu
Ada beberapa teori dan filsafat yang melandasi pembelajaran terpadu. Adapun landasan-landasan tersebut sebagai berikut:
a. Teori Konstruktivis
Menurut (Trianto, 2007:21) pembelajaran terpadu dikembangkan menurut paham kontruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman kunci utama dari belajar bermakna. Dalam hal ini peserta didik diharapkan mampu menyusun pengetahuannya dari pengalamannya. (Nurhadi, 2004:33) mengemukakan bahwa manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan yang sesuai pengalamannya. Hal menunjukkan bahwa pembelajaran bermakna tidak akan terwujud jika hanya dengan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
b. Teori Perkembangan Kognitif
Piaget (dalam Ipotes.WordPress.com).mengemukakan perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya setiap anak mengalami perkembangan kognitif yang berbeda-beda tergantug pada umur dan lingkungannya. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget (dalam Arini, 1999:25) perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahap yakni sensori motor, praoperasional, operasional kongkret, dan operasional formal. Adapun tahap-tahap tersebut dijabarkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap
Perkiraan usia
Kemampuan- kemampuan Utama
Sensori motor
Praoperasional
Operasional kongkret
Operasional formal
Lahir sampai 2 tahun
2 tahun sampai 7 tahun
7 tahun sampai 11 tahun
11 tahun sampai dewasa
Terbentuknya konsep “kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku refleksif keperilaku yang mengarah ketujuan.
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yag dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
(Sumber: Nur, M, dalam Trianto, 2007:23)
Berdasarkan teori perkembangan kognitif, pembelajaran diarahkan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa (Arini, 1999:26). Siswa SMP/MTs berada pada taraf transisi dan fase kongkrit ke fase operasi formal, maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mampu berpikir abstrak, sehingga segala permasalahan dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan kegiatan eksperimen.
c. Teori Vygotsky
Vygotsky mengemukakan bahwa untuk membantu mengembangkan pengetahuan yang sungguh bermakna, dengan cara memadukan antara konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek (Budiningsih, 2005:104). Dalam hal ini siswa memperoleh pengalaman secara langsung dengan mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh guru, dan juga pada saat melakukan praktikum. Menurut (Ipotes.WordPress.com) teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep - konsep dan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran terpadu dapat dilakukan dengan metode pembelajaran kooperatif (kelompok).
d. Filsafat Progresivisme
Landasan filosofis pembelajaran IPA terpadu ialah filsafat pendidikan Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20 . Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya (Sismanto, 2007). Anak memperoleh kesempatan melakukan aktivitas belajar secara alami dan mengalami secara langsung, sehingga seluruh aktivitas belajar lebih bermakna. Hasil belajarnya akan dapat bertahan lama.
2. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Karakteristik Pembelajaran IPA terpadu Menurut Depdikbud 1996 (Trianto, 2008:13) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau cir-ciri yaitu:
a. Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat dalam pembelajaran terpadu
diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari
sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.Pada gilirannya nanti,
hal ini akan membuat siwa menjadi lebih arif dan bijak dalam menyingkapi
atau menghadapi kejadian yang ada di hadapan mereka.
b. Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang telah
dijelaskan di atas memungkinkan terbentuknya semacam jalinan atar konsep-
konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada
kebermaknaan dari materi yang di pelajari. Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh dan keterkatannya dengan kondep-konsep yang lainnya akan menambah kebermaknaaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan.
c. Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.Mereka memahami dari hasil nelajarnya sendiri,bukan sekedar pemberitahuan dari guru.Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya lebih otentik.Misanya hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen.Guru lebih banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator,sedang siswa bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan ke arah mana yang dilalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut
d. Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktiafan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil nelajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan sisaw sehingga mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivtas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait.Pembelajaran terpadu bisa saja saja dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek -aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Menurut Sutrisno (2009), Karakteristik pembelajaran terpadu meliputi :
a. Pembelajaran yang berawal dari adanya pusat minat (centre of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala konsep lain, baik yang berasal dari bidang ilmu yang sama maupun yang berbeda.
b. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan anak secara simultan.
c. Menghubungkan berbagai bidang studi atau berbagai konsep dalam satu bidang studi yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak
d. Menggabungkan sejumlah konsep kepada beberapa bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak dapat belajar lebih baik dan bermakna.
Uraian di atas dapat digunakan untuk mendefinisikan pembelajaran IPA Terpadu di SMP, yaitu pembelajaran yang menghubungkan pelajaran fisika, kimia, dan biologi, menjadi suatu bentuk pembelajaran yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara simultan (karakteristik nomor 3). Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Bambang Suhendro dalam Harian Suara Pembaharuan, Senin 9/1/06:
“...untuk mata pelajaran IPS terpadu di tingkat SMP, seringkali kompetensi akademik guru kurang memadai. Guru yang mempunyai latar belakang sejarah lebih banyak mengajarkan sejarah. Padahal kompetensi IPS terpadu tidak hanya sejarah, tetapi ada sosiologi, antropologi dan geografi. Begitu juga dengan mata pelajaran IPA terpadu yang mencakup pelajaran fisika, kimia dan biologi”. Pernyataan ketua BSNP tersebut menyiratkan bahwa seorang guru mata pelajaran IPA di SMP dituntut untuk dapat mengajarkan semua subjek dalam pelajaran IPA, yaitu fisika, kimia, dan biologi, terlepas dari latar belakang pendidikannya.
3. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
Tujuan pembelajaran IPA terpadu sebagai berikut (BSNP, 2008: 6-7)
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi.
b. Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan. Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistimik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan.
Menurut Tymamya (2008) Pembalajaran terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
a. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna,
b. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi.
c. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan.
d. Menumbuhkembangkan keterampilan social seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pend apat orang lain.
e. Meningkatkan minat dalam belajar,
f. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
4. Kelebihan dan Kekurangan IPA Terpadu
Menurut Lipson (Sutrisno, 2009), Suatu pembelajaran terpadu menawarkan beberapa kelebihan yaitu: (1) Lebih fokus pada tema, karena satu tema dibahas dari berbagai sudut pandang, (2) Memungkinkan transfer of learning, misalnya penerapan konsep fisika dalam kimia, (3) Memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara satu disiplin ilmu dengan lainnya
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996 dalam kholil 2008) sebagai berikut:
a. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
d. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
e. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak.Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembelajaran terpadu mempunyai kelebihan yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam membantu anak didiknya berkembang sesuai dengan taraf perkembangan intelektualnya. Meskipun demikian pendekatan pembelajaran terpadu ini masih mengandung keterbatasan-keterbatasan.
Salah satu keterbatasan yang menonjol dari pembelajaran terpadu adalah pada faktor evaluasi. Pembelajaran terpadu menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk, tetapi juga pada proses. Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak pengiring dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian
pembelajaran terpadu menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya. Oleh karenanya tugas guru menjadi lebih banyak (Prabowo, 2000 dalam kholil).
Druger (Sutrisno, 2009) juga menyatakan terdapat beberapa masalah, kendala, atau konsekuensi dari pelaksanaan pembelajaran terpadu yaitu : (1) Guru dan sekolah sudah terbiasa dengan pola lama. (2) Hampir semua guru tidak memiliki pengalaman penelitian di luar latar belakang pendidikannya. (3) Guru “kehilangan” otoritas pada latar belakang bidang studinya.(4) Memerlukan komitmen dari para guru untuk bekerja sama. (5) Ketika menggunakan metode team teaching, muncul banyak persoalan seperti perbedaan karakter pribadi guru, kontribusi yang tidak jelas, perbedaan gaya mengajar, dan kesulitan mengatur jadwal.
Dalam Prabowo (Kholil, 2008) dikatakan bahwa dari kalangan pendidik terdapat berbagai pendapat yang intinya menyatakan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran terpadu akan banyak menimbulkan masalah dan tugas guru menjadi semakin membengkak. Masalah yang menonjol adalah tentang penyesuaian pola penerapan dan hasil pembelajaran terpadu dikaitkan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Dalam mengatasi masalah ini, pada tahap awal dapat dilakukan dengan memeriksa isi kurikulum dalam satu catur wulan secara fleksibel. Artinya materi dalam satu catur wulan tersebut dapat diatur urutan pembelajarannya, asal cakupannya tetap tercapai.
Berangkat dari pokok pemikiran tersebut di atas, maka sebelum merancang pembelajaran terpadu, hendaknya guru mengumpulkan dan menyusun seluruh pokok bahasan dari semua bidang studi dalam satu catur wulan, kemudian dilanjutkan dengan proses perancangan pembelajaran terpadu.
5. Model-Model Pembelajaran Terpadu
Dari sejumlah pembelajaran terpadu menurut Fogarty (dalam BSNP, 2007:10) tiga model pembelajaran IPA terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA ditingkat Indonesia adalah model terhubung (connected model), model jaring laba-laba (webbed model), dan model integrasi (integrated model). Adapun definisi dari masing-masing model pembelajaran IPA terpadu tersebut adalah sebagai berikut.
a. Model Terhubung (Connected Model)
Menurut Hadisubroto (dalam Trianto, 2007:43) pembelajaran ini dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan ke pokok bahasan yang lain, menghubungkan satu konsep ke konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain dalam suatu bidang studi (inter bidang studi). Kunci utama model pembelajaran seperti ini adalah adanya usaha secara sadar menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu dalam satu mata pelajaran.
b. Model Jaring Laba-laba (Webbed Model)
Menurut (Trianto, 2007:45) Pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (webbed model) adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi guru dan siswa, tetapi dapat pula diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa.
c. Model integrasi (Integrated Model)
Pembelajaran terpadu model integrasi (integrated model) adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi Fogarty (dalam Trianto, 2007:47). Pengintegrasikan konsep, keterampilan, dan isi konsep yang tumpang tindih secara keseluruhan, contohnya Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa.
Tabel 2.2 Perbandingan Diagram dan Deskripsi Tiga Model Pembelajaran Terpadu
Model
Karakteristik
Kelebihan
Keterbatasan
Model Keterhubungan
(connected model)

Menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, topik dengan topik lain, satu ketrampilan dengan ketrampilan lain, ide yang satu dengan ide yang lain tetapi masih dalam lingkup satu bidang studi misalnya IPA atau IPS.
Peserta didik akan lebih mudah menemukan keterkaitan karena masih dalam lingkup bidang studi.
Model ini kurang menampakkan keterkaitan interdisiplin.
Model jaring laba-laba (Webbed Model)
Memperhatikan kaitannya dengan disiplin ilmu atau bidang studi lain
Tema yang familiar membuat motivasi belajar meningkat.
Memberikan pengalaman berpikir serta bekerja interdisipliner
Sulit menemukan tema
Model integrasi (integrated model)
Dimulai dengan identifikasi konsep, ketrampilan, sikap yang overlap pada beberapa disiplin ilmu atau beberapa bidang studi. Tema berfungsi sebagai konteks pembelajaran.
Hubungan antar bidang studi jelas terlihat melalui kegiatan belajar.
· Fokus terhadap kegiatan belajar, terkadang mengabaikan target penguasan konsep
· Menurut wawasan yang luwes dari guru.
(Sumber : Rustaman et al (2003: 122) dan Fogarty (1991 : xv) dalam BSNP,2006:11)
Dari ketiga model tersebut peneliti menggunakan model terhubung, karena dengan model ini peserta didik lebih mudah menemukan keterkaitan inter bidang studi karena masih dalam satu bidang studi yaitu IPA. Berikut ini Gambar 2.1 Diagram peta terhubung (connected).



Keterangan: F = fisika, K = kimia, B = biologi
Gambar 2.1 : Diagram Peta Connected5
(diadaptasi dari Fogarty dalam Trianto, 2007:14)
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam pokok bahasan tiap pelajaran dalam lingkup IPA masih ada keterhubungan, sehingga memungkinkan pokok bahasan tersebut untuk dipadukan.
6. Strategi Pembalajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu memadukan siswa dan memadukan materi-materidari matapelajaran-matapelajaran:
a. Integrasi melalui pemaduan siswa.
Cara ini memadukan beberapa kelas menjadi satu kelas, sehingga 1 pembelajaran kelas diikuti oleh lebih dari satu tungkat usia siswa. Misalnya kelas 1 dan kelas 2 SD diajar matematika bersama-sama. Cara ini tentunyam memerlukan keahlian guru untuk memberikan tugas yang bertingkat sehingga siswa belajar dari yang mudah menuju tingkat yang lebih sulit. Siswa kelas 1 dapat belajar dari siswa yang lebih tua dan lebih pengetahuannya, sedangkan siswa yang lebih tua (kelas 2) dapat mengajarkan pengetahuannya kepada siswa yang lebih muda.
b. Integrasi materi/matapelajaran
Cara ini memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan kegiatan pembelajaran. Dalam 1 kegiatam pembelajaran siswa belajar berbagai matapelajaran misal matematika, Bahasa, IPA, dan IPS. Cara ini biasanya dilakukan dengan memadukan topik-topik (tema-tema) menjadi satu kesatuan tema yang disebut tematik unit. Tematik unit merupakan rangkaian tema yang dikembangkan dari suatu tema dasar. Sedangkan tema dasar merupakan pilihan atau kesepakatan antara guru dengan siswa berdasarkan kajian keseharian yang dialami siswa dengan penyesuaian dari materi-materi yang ada pada kurikulum. Selanjutnya tema dasar tersebut dikembangkan menjadi banyak tema yang disebut unit tema(subtema).
B. Hasil Belajar
Menurut Bloom (dalam Dahar, 1991:134) hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Penelitian ini menggunakan penilaian terhadap tiga aspek tersebut atau penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Menurut (Depdiknas, 2008:4) Penilaian hasil belajar dalam pembelajaran IPA berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran terhadap keteraturan dan keindahan ciptaan Tuhan, meningkatkan pemahaman konsep dan prinsip-prinsip melalui sejumlah keterampilan proses dan sikap ilmiah. Keterampilan proses mencakup: pengamatan, penggunaan alat dan bahan yang dilaksanakan melalui kegiatan praktik, sesuai dengan prosedur dan keselamatan kerja. Ketiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotor) memiliki bobot penilaian yang proporsional, dan proses penilaiannya dilaksanakan secara meny0065luruh dan terpadu.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam pembelajaran IPA terpadu pada penelitian ini ketiga aspek taksonomi Bloom, dapat dijelaskan dalam konteks pembelajaran IPA sebagai berikut.
a. Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan menalar, meliputi jenjang kemampuan ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
b.Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan sikap, meliputi keberanian bertanya, respon terhadap pertanyaan, mengemukakan pendapat, mengkomentari pendapat orang lain, kerapian mengemas peralatan selesai percobaan.
c. Kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan/gerak tubuh. Dalam pembelajaran fisika keterampilan yang dinilai adalah keterampilan menggunakan alat, merangkai alat, melakukan percobaan dan memasukkan data kedalam tabel pengamatan..